Nanggroe.net, Banda Aceh | Organisasi Cipayung Plus Aceh yang terdiri dari PW-IMM Aceh, PKC-PMII Aceh, PW-PII Aceh, KAMMI Aceh, EW-LMND Aceh, HIMMAH Aceh, BADKO Aceh dan GMNI menggelar aksi ujuk rasa di depan Kantor DPR Aceh pada Jum’at (9/10).
Mereka sepakat menolak Omnibus Law yang dinilai UU Cipta Keja, DPR/Pemerintah Fasilitasi Korporasi dan Oligargi.
Seratusan masa itu hadir pada pukul 14:00 Wib di depan Gedung DPR Aceh, mereka datang lengkap dengan membawa almamater dan bendera organisasi yang tergabung di organisasi Cipayung Plus Aceh.
Baca Juga : DPR-RI asal Aceh Kurang Responsif Terhadap Omnibus Law dengan Status Hukum di Aceh
Juga aksi mereka dijaga ketat oleh pihak dari Kepolisian beratribut lengkap di depan halaman kantor DPR Aceh.
Aksi mereka pun disambut oleh beberapa anggota DPRA seperti Darwati A.Gani dan lainnya, dengan memberikan 14 sikap dari Organisasi Cipayung Plus Aceh terkait penolakan Omnibus Law.
Adapun 14 sikap organisasi Cipayung Plus Aceh yaitu sebagai berikut:
- DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera dan berkeadilan.
- Kami berpendapat proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak pastisipatif dan eksklusif. Seharusnya, proses pembuatannya dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi pihak pekerja yang diatur. Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asa keterbukaan sesuai Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terlebih, pembentukan dan pengesahannya dilakukan ditenah pandemi Covid-19.
- Kami merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi regulasi. Sebab, pemerintah dan DPR berkilah bahwa RUU Cipta Kerja akan pendeligasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama menghambat pelaksanaan kegiatan yang didalam UU Cipta Kerja.
- Cipayung plus merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk berkerja karena UU Cipta Kerja mengapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) tanpa izin lainnya.
- UU Cipta Kerja mencerminkan pemerintahan yang tidak baik (good governance). Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.
- Kami sangat kecewa UU Cipta Kerja telah menghilangkan point keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha Negara menertibkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sangat jelas disini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan korporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
- Kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini termuat dalam Paragraf 12 pendidikan dan kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.
- Meminta DPRA menuntut Plt. Gubernur Aceh untuk mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden Republik Indonesia atas penolakan UU Omnibus Law.
- Meminta DPRA dan seluruh Fraksi komisi untuk mengeluarkan rekomendasi penolakan terhadap UU Omnibus Law CIPTAKER.
- Menyerukan kepada komponen gerakan mahasiswa dan rakyat untuk turun kejalan dalam menolak UU-Omnibus Law Cipta Kerja sampai UU ini dibatalkan oleh Presiden Republik Indonesia.
- Mendesak aparat kepolisian agar tidak represif dan menahan para demonstran dalam perjuangan perlawanan UU – Omnibus Law serta mendesak agar segera membebaskan aktivis yang sedang ditangkap.
- Meminta dan mendesak DPRA untuk memahami kembali UU Omnibus Law dan penyesuaian dengan Qanun Aceh.
- Meminta dan mendesak DPRA Aceh melakukan Judical Review terkait UU Omnibus Law.
- Menyerukan adanya front persatuan lintas sektoral dalam perlawanan terhadap UU-Omnibus Law.
Komentar