“Di Tanah Ku, Aku di Gusur”. Begitulah Nasib yang menimpa salah satu Keluarga di sudut Kota Lhoksukon, ( I )

Nanggroe.net, Aceh Utara | Sungguh  kelam nasib menimpa salah satu keluarga yang tinggal di sepetak tanah yang berada di sudut Kota Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, yang  diatas tanah itu  juga di bangun  sebuah rumah yang di huni oleh keluarga Nurazizah, Ia mengklaim bahwa tanah itu merupakan peninggalan Orang tua (Ayah) Nurazizah semasa hidupnya, yang saat itu merupakan pensiunan dari Kejaksaan RI.

Awal mula mendengar kabar dari salah seorang warga, Tim Nanggroe.net langsung memutuskan untuk menjadikan peristiwa Hukum ini menjadi sebuah obyek yang di jadikan sebagai berita, sehingga Tim Redaksi dan Kuasa Hukum media mengelar rapat internal untuk membahas persoalan yang menimpa keluarga Nurazizah, dan membentuk tim untuk melakukan penulusuran terhadap kasus ini.

Sehingga Pada Tanggal 27 November 2020 sebagian tim yang telah di bentuk langsung turun kelapangan untuk menjumpai langsung keluarga Nurazizah di kediaman nya yang saat ini sedang menjadi obyek sengketa, di sana tim mendapatkan berbagai informasi awal dan bukti petunjuk berupa Sejumlah surat dan document yang di tunjukkan, dalam wawancara Tim dengan Nurazizah ikut di simpulkan sejumlah orang narasumber yang memang pernah terlibat langsung dalam proses hukum yang telah di upayakan.

Disposisi Kasus

Menurut keterangan yang berhasil kami dapat dari cerita yang di ungkapkan kepada Tim Nanggroe.net Nurazizah menceritakan, Awal mula sengketa di mulai pada saat itu tahun 2016 (Tanggal nya ia Lupa) datang kerumah nya yang diduga saat itu merupakan ketua pengadilan negeri Lhoksukon beserta Panitera dan juru sita Pengadilan, mereka membawa surat pemberitahuan perintah untuk mengesekusi tanah yang ditempati oleh keluarga Nurazizah.

Mereka (Pihak Pengadilan) mengklaim  bahwa tanah yang di tempati oleh keluarga Nurazizah, mereka hanya menumpang saja, namun ia (Nurazizah) membantah hal itu, ia mengaku bahwa dirinya lahir dan dibesarkan oleh orang tuanya di atas tanah itu (Obyek Sengketa), bukan menyewa malah tanah tersebut, sehingga ia menunjukkan sejumlah bukti surat yang ia miliki berupa surat hak milik adat yang di keluarkan pada  tahun 1980 kepada pihak pengadilan, sehingga pihak pengadilan heran dan mengatakan bahwa ada pihak ketiga yang menjual tanah ini, pada waktu itu.

Sehingga pihak pengadilan langsung mengatakan kepada Nurazizah agar besok hari pergi ke Pengadilan, guna membicarakan masalah tersebut, Nurazizah mengaku  memenuhi anjuran tersebut, dan ia dianjurkan untuk mengugat penjual dan pembeli, Ungkap ketua pengadilan, saat itu kepada Nurazizah, Selanjutnya Nurazizah mengatakan kepada Ketua Pengadilan saat itu, bahwa dirinya dan keluarga tinggal di tanah itu tidak tau ada sengketa yang sedang terjadi atas tanah yang mereka tempati.

Dan sebelum nya pihak nya juga mengaku tidak pernah di panggil dan di libatkan dalam persidangan mereka, jadi wajar menurut nya menolak tanah untuk di eksekusi, kemudian ketua pengadilan menganjurkan kepada Nurazizah untuk memakai jasa pengacara yang di sarankan oleh ketua pengadilan, beliau (ketua pengadilan ) Mengatakan masalah ini sudah berlangsung lama dari tahun 1994, hingga dalam putusan Pengadilan pihak pembeli menang atas perkara ini, tanpa dilibatkan Ibu Nurazizah dalam persidangan terdahulu.

Kepada Tim Nanggroe.net beliau mengatakan “ Ibu ingin mendapatkan, Keadilan”.

Bersambung…..

Tim Penyusun :

Teknis dan Reporter : Muji Alfurkhan.

Asisten Teknis dan Laporan : Muhammad Khatami

Penyusun dan Editor : Haiqal Al fikri

Koordinator Liputan : Muhammad Fadli

Wakil Koordinator Liputan : Bulqaini

Komentar