Nanggroe.net, Aceh Utara | Terkait akses menuju Buket Hagu sudah masuk dalam kategori darurat, salah seorang Ustadz Muda Aceh Utara curhat di Akun Media Sosial Facebook miliknya, Curhatan Tgk. Maksalmina dengan judul “Aku Ingin Bercerita” sangat menyesakkan.
Curhatan tersebut ditulis pada akun Max Al Fathany pada Selasa (12/1/2021), ia bercerita bagaimana kondisi pendidikan anak anak di Buket Hagu dan menjelaskan kegiatan pengajian disana harus terhenti gara gara jalan yang darurat.
Baca Juga : Jalan Arteri Penghubung Tanah Luas dengan Pusat Ibukota, Bagaikan Kubangan dan Membahayakan
Berikut curhat Tgk. Maksalmina :
| Aku Ingin Bercerita |
Dulu, sekitar 3 tahun yang lalu, bersama guru mulia, Tgk Fatahillah dan Ustaz Zikri Sang Penjelajah, saya melewati jalan Km.3 – Buket Hagu dengan tujuan membuat kegiatan safari ramadhan di pedalaman. Sukses.
Dan, setelah itu kita juga terus naik turun gunung menuju ke sana setiap pekan guna menjumpai saudara-saudara sambil duduk tatap muka membacakan Fathul Mu’in dan Aqidatul Awwam. Aqidatul Awwam sudah saya khatamkan. Fathul Mu’in masih di pembahasan solat. Lambat sekali baca kitabnya? Ya, karena kita baca sambil terus mengaktualisasikan di kehidupan nyata. Setiap apa yang sudah kita jumpai, kita mengajak semuanya untuk mengamalkan. Begitu cara kami.
Baca Juga : Belum Pernah di Perbaiki, Jalan Menuju TPA Aceh Utara Berlumpur Seperti Kubangan
Hari ini, tulisan ini hadir sebagai curahan perasaan yang tak tau ke mana mestinya saya tumpahkan. Mungkin dengan menulis di sini, saya bisa sedikit lega.
Kerinduan untuk duduk bersama Bapak, Ibu, Kakek, Nenek, dan rindu suasana adek-adek kecil yang berlarian di antara saf-saf solat kami sudah tak terbendung lagi. Lama sudah saya tidak bisa menuju ke sana. Juga pengajian yang diampu oleh sahabat dari Hathar – Harakah Thalabah Aceh Utara di bawah pimpinan Tgk Firman Fatih Mughayyir kini terhenti.
Terhentinya pengajian disebabkan semangat yang padam dan kandas di tengah perjalanan. Ketika proses mentransformasi ilmu ke pedalaman terhenti di jalan yang berlumpur ini, kepada siapa kami mengadu untuk mendapatkan solusi?
Saya bersama sahabat setia, Tgk Fahrul Raja Interisti pernah berkali-kali jatuh di bukit yang terlihat di video dan gambar ini. Berusaha terus bangkit. Pernah sekali saya menangis ketika pulang tengah malam dan kereta yang saya setir hilang kontrol, akhirnya kami terjun bebas ke kaki bukit bersama keretaku yang sudah tak jelas itu. Baju putihku berlumuran lumpur.
Aku sadar, buat apa menangis. Air mata yang tumpah malah membuat jalan semakin becek. Ku seka air mata. Kami melanjutkan perjalanan.
Kini, warga di sana tak tega melihat kami melewati jalan itu. Mereka menunggu komdisi jalan kering dan bisa dilewati agar pengajian bisa dilanjutkan.
Saudaraku yang di Buket Hagu, jangan menangis lagi saudara. Air mata kita yang tergenang malah membuat jalan makin lama mengering. Kata sabar tak mungkin lagi kugunakan untuk menyemangati kalian. Kurang sabar apa lagi dari semenjak Indonesia merdeka kalian sudah bersabar.
Saya kehabisan kata-kata menyaksikan adik-adik berseragam putih abu-abu yang melewati jalan itu sembari hari. Dek, apa kabar pendidikan kalian ?
Laporan : Razjis Fadli
Editor : Haiqal Pasee
Komentar