Nanggroe.net | Lhokseumawe – Pemerintah Kota Lhokseumawe melalui Dinas Pekerjaann Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membangun Pengamanan pantai Cunda – Meuraksa dari tahun 2015-2020, menurut informasi yang bisa di akses di layanan pengadaan secara Elektronik (LPSE) Kota Lhokseumawe, Pembangunan Pengamanan pantai Cunda – Meuraksa tersebut di mulai sejak Tahun 2015 dengan penganggaran sejumlah 12,9 Milyar, kemudian berlanjut di tahun yang sama yaitu 2015 untuk pengawasan lanjutan di anggarkan sejumlah 257,3 juta, di Tahun 2016 di anggarkan kembali 12,9 Milyar, ditambah lagi 185,4 juta di tahun 2016, kemudian di lanjutkan pada tahun 2019 anggaran sejumlah 6,8 milyar dengan keterangan (tuntas) , namun kemudian di LPSE Kota Lhokseumawe pada tahun 2020 muncul kembali pengadaan Proyek untuk Pembangunan pengamanan pantai Cunda – Meuraksa sejumlah 4,9 Milyar.
Hasil penelusuran dari Masyarakat Transparansi Aceh ( MaTA) Proyek Tahun anggaran (TA) Tahun 2020 tersebut sudah dibayarkan kepada rekanan pemenang Proyek tersebut atas nama PT. Putra Perkasa Aceh yang penanggungjawabnya adalah Mukhlis Takabeya oleh Dinas PUPR Kota Lhokseumawe dengan bukti surat perintah membayar (SPM) tertanggal 22 Desember 2020, Namun diduga pengerjaan proyek tersebut tidak dilaksanakan, sehingga kasus tersebut sudah masuk tahap penyelidikan di bagian Intel Kejari Lhokseumawe dan bahkan sudah di panggil beberapa orang dari Dinas PUPR Lhokseumawe untuk dimintai keterangan.
Namun, menurut informasi terakhir, PT. Putra Perkasa Aceh sebagai rekanan proyek pengaman pantai Cunda-Meuraksa, Lhokseumawe, sumber dana Otsus tahun anggaran (TA) 2020 dikabarkan telah mengembalikan anggaran kegiatan tersebut ke Kas Daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe, Kamis, (21/01/2021). Perusahaan itu mengembalikan dana sesuai jumlah yang diterima dari Pemerintah Kota Lhokseumawe pada TA 2020. Sedangkan konsultan pengawas dilaporkan akan mengembalikan dana pengawasan proyek itu ke Kas Daerah Pemerintah Kota Lhokseumawe pada Senin, (25/1/2021) mendatang.
Baca juga : Ketua DPRK Lhokseumawe Serta Komisi C Kunjungi Lokasi Dugaan Proyek Fiktif
Menanggapi Hal tersebut, Muhammad Fadli, Demisioner Ketua BEM Hukum Unimal yang saat ini menjadi Ketua HMI Komisariat Hukum Unimal dalam Pers Releasenya, Sabtu, (22/1/2021) Memberikan keterangan ” Kejaksaan Negeri Lhokseumawe harus mengusut tuntas Kasus Indikasi Korupsi 4,9 Milyar tersebut meskipun dana dari proyek tersebut sudah dikembalikan “.
Fadli menambahkan ” Kejari Lhokseumawe harus mengikuti Intruksi Presiden RI dan Kajagung RI terkait komitmen dalam melakukan Pemberantasan korupsi di Indonesia, Kasus Tindak Pidana korupsi merupakan Extra Ordinary Crime (Kejahatan yang luar biasa) sehingga pelaku nya bisa dijatuhkan Hukuman mati, Korupsi salah satu faktor terbesar yang membuat Rakyat Indonesia terus di ambang kemiskinan dan membuat Negara Indonesia sulit menjadi Negara Maju, Pelaku Tindak Pidana korupsi harus mendapatkan Punishment (Hukuman), karna perbuatannya tersebut sudah mengamputasi hak-hak masyarakat, sehingga apabila pelaku Tindak Pidana Korupsi tidak diberikan hukuman maka Perbuatan korupsi akan semakin masif dan merajalela kedepannya”.
” Kita lihat sampai saat ini Kota Lhokseumawe masih menjadi salah satu Daerah dengan Posisi teratas Kasus kemiskinan dan sulitnya lapangan kerja, salah satu faktor nya karna Pejabatnya yang Koruptif, masyarakat Kota Lhokseumawe saat ini matanya sedang tertuju ke Kejari Lhokseumawe untuk berlaku adil dan mengimplementasikan Azas Equality Before The Law (Persamaan Hak di Muka Hukum) , yang intinya tidak hanya masyarakat biasa yang diberikan Punishment ketika melanggar Hukum, namun Pejabat juga akan diperlakukan sama apabila melakukan Pelanggaran Hukum “. lanjutnya.
Baca juga : Damkar Aceh Utara Seakan Lumpuh di Bawah Kepemimpinan Amir Hamzah
Fadli menambahkan kembali ” Dan secara prinsip Hukum apabila Unsur-unsur tindak pidana korupsinya sudah terpenuhi, meskipun uang indikasi korupsi tersebut dikembalikan maka tidak bisa menggugurkan/menghapuskan Tindak Pidana Korupsi tersebut, karena itu merupakan delik formil, relevansi antara pengembalian uang hasil korupsi terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan (terhadap pelaku) dijelaskan dalam pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta penjelasannya. Dalam pasal 4 tersebut dinyatakan antara lain bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3″.
Kemudian, di dalam penjelasan pasal 4 UU 31/1999 Jo. UU 20/2001 dijelaskan sebagai berikut:
“Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
“Saat ini kita percayakan saja prosesnya ke Kejari Lhokseumawe untuk mengusut tuntas dugaan Tindak Pidana Korupsi proyek pembangunan Pengaman Pantai Cunda – Meuraksa Sejumlah 4,9 Milyar TA 2020 tersebut, kita yakin Kejari Lhokseumawe akan bersikap Objektif dan Profesional Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada, sembari masyarakat dan Mahasiswa terus memantau Proses yang sedang berlangsung tersebut,” tutup Muhammad Fadli.
Editor : Bulqaini
Komentar