Geuchik Plu Pakam Minta Semua Pihak Hargai Proses Hukum yang Sedang Berjalan dan Tahan Nafsu Kepentingan

Nanggroe.net | Aceh Utara – Geuchik Plu Pakam membantah dengan tegas segala bentuk Klaim yang di lakukan Oleh Geusyiek blang pante di beberapa Media Online, hal tersebut di nilai terlalu mengada-gada, seolah pihak blang pante sudah meradang juga terkesan tidak menghargai proses Hukum yang sedang berjalan, (30/01/21).

Isu yang di bangun oleh pihak Oknum Blang pante seakan tidak menghargai proses Hukum yang sedang berjalan, bahwa pihak blang pante mendesak Pemkab Aceh Utara untuk segera membayar ganti rugi tanah yang sedang dalam sengketa di Pengadilan Negeri Lhoksukon.

Padahal, kata Ridwan selaku geusyiek Plu Pakam mengatakan bahwa inventarisasi tanah belum selesai dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara, dan sedang dalam proses Hukum di pengadilan sehingga bagaimana bisa mereka ( Oknum Blang pante ) mengklaim bahwa Tanah yang sedang sengketa untuk di lakukan pembayaran.

“Aneh, bagaimana bisa mereka (blang pante) bisa mengklaim bahwa pemerintah harus segera melakukan pembayaran atas tanah yang sedang sengketa di Pangadilan, berarti mereka kan tidak taat pada Hukum, dan mempercayai proses Hukum dalam menyelesaikan persoalan ini,” ungkap Ridwan.

Dikatakan, pembangunan Waduk Krueng Keureuto ini untuk kepentingan umum dan merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Waduk Krueng Kereuto ini untuk mengatasi banjir di Kabupaten Aceh Utara serta untuk kepentingan tersedianya air irigasi pertanian dan perkebunan di wilayah Kabupaten Aceh Utara, sehingga di minta Geusyiek ridwan agar tidak mempelintir kepentingan umum demi kepentingan pribadi.

Baca juga : Terkuak Fakta Baru, Dugaan Keterlibatan Mafia Tanah Berseragam Dalam Sengketa Pembebasan Lahan Waduk Keureuto

“Saya berharap Pemkab Aceh Utara, BPN Aceh Utara, Balai Wilayah Sungai Sumatera I agar tetap profesional dalam melihat dan menyelesaikan persoalan ini, agar setelah proses hukum selesai selanjutnya dapat dilakukan pembangunan waduk tersebut,” tegasnya.

Persoalan antara kedua belah pihak antara Plu Pakam dan Blang pante yang di katakan Geusyiek Blang Pante sudah lama selesai pada tanggal 22 April 2020 itu patut di pertanyakan apa dasar beliau mengatakan bahwa persoalan ini selesai.

” Patut kami tanyakan apa dasar Geusyiek Blang Pante mengatakan bahwa persoalan ini selesai pada tanggal 22 April 2020, sementara kami telah menemukan Berita Acara yang di manipulasi di kantor Bupati Aceh Utara, tidak ada kesepakatan apapun saat itu, namun kami kaget dengan hasil berita Acara yang di buat, kami menilai bahwa ada permainan yang di lakukan secara jamaaah hari ini, untuk menindas masyarakat Plu Pakam,” disampaikan Ridwan.

Pemkab Aceh Utara, BPN Aceh Utara, Balai Wilayah Sungai Sumatera I dan pihak lain yang berkompeten di minta oleh Masyarakat Plu Pakam untuk menghormati proses Hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Lhoksukon, biarkan pihak Kami dan Blang pante saling membuktikan secara De Facto dan De Jure bahwa tanah tersebut adalah masuk dalam wilayah kami.

Sementara pada putusan Nomor 6/Pdt.G/2020 tanggal 30 April 2020 yang di keluarkan oleh Pengadilan Negeri Lhoksukon tanggal 26 November 2020 yang amarnya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard), karena hakim berpendapat bahwa dalam gugatan sebelumnya Geusyiek bukan merupakan pihak yang di rugikan jadi tidak ada Nomenklatur Kekalahan maupun menang.

Sehingga pada tanggal 14 Desember 2019 pihak Plu pakam kembali melayangkan gugatan atas perkara yang sama dengan Pengugat 11 Orang yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai tanah (Pihak Yang di rugikan).

” Terkait Peraturan Bupati yang kemudian di keluarkan tentang tapal batas yang baru seharusnya Bupati Aceh Utara tidak melakukan hal tersebut, Bupati kok seperti tidak paham Hukum, ini kan Proses sengketa Tapal batas tersebut sedang berlangsung di Pengadilan, maka seharusnya Bupati menghormati pengadilan, jangan Bupati merasa paling tinggi sehingga dengan seenak hati mengeluarkan Peraturan Bupati yang baru tanpa ada alasan dan landasan yuridis yang jelas, Negara kita adalah Negara Hukum, kami akan menyurati Mendagri apabila Bupati Aceh Utara sewenang-wenang dalam mengeluarkan sebuah kebijakan, apalagi ini terkait khalayak ramai atau publik, jangan sampai tensi antar Masyarakat semakin memanas gara-gara Bupati mengeluarkan Perbup sebelum adanya Putusan Pengadilan yang Incracht,” tutup ridwan.

Komentar