Management Membahagiakan Perut Rakyat

Nanggroe.net | Belum lama ini, sebuah laporan dari World Bank memuat data yang sangat mengejutkan. Yaitu 36% anak Indonesia dibawah usia 5 tahun mengalami pertumbuhan – “stunted growth”, alias tinggi badan-nya dibawah standar rata-rata, alias kate atau kerdil. Angka ini lebih tinggi dibanding Vietnam (23,3%) dan Filipina (32%). Menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara lebih miskin seperti Myanmar (35%), Kamboja (40,9%) dan Laos (44%).

Indonesia juga punya statistik yang mengejutkan, yaitu anak-anak yang terlampau gemuk tercatat 12,2%. Dan ini sangat tinggi, apabila dibandingkan Malaysia yang hanya 6%. Laporan ini juga mengutip bahwa pada tahun 2002, bayi di Indonesia yang menyusui ASI hingga 6 bulan ada 40%. Tahun 2010 angka tersebut Hanya Tinggal15%.

150 juta kelas menengah Indonesia ini, memiliki aspirasi dan kemampuan membeli (purchasing power) yang sangat luar biasa. Namun jangan lupa kita juga memiliki 100 juta masyarakat pedesaan yang kemungkinan tingkat sosial dan kesejahteraan-nya semakin jauh bisa dibanding dengan yang 150 juta kelas menengah ini. Nampaknya jurang sosial yang semakin lebar inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki masalah gizi rendah dan gizi berlebih sekaligus.

Banyak kritik yang dilontarkan kepada pemerintah bahwa sudah 10 tahun lebih lamanya ekonomi Indonesia berjalan dengan ‘auto pilot’ – dimana pemerintah tidak berdaya melakukan kebijakan yang berimbas besar kepada ekonomi Indonesia. Akibatnya sebagian rakyat menjadi rakyat kelas menengah karena upaya mereka sendiri.

Sedangkan masyarakat pedesaan yang seharusnya ditolong pemerintah untuk diberdayakan dan dimaksimalkan kesejahteraan-nya terbukti dan terlihat terlantar. Sehingga Indonesia memiliki masalah runyam ini.

Tercatat sepanjang sejarah bangsa Indonesia sejak di Proklamasikan Kemerdekaan oleh Ir.Soekarno – Hatta (atas nama rakyat indonesia) tahun 1945, yang dihadapi bangsa indonesia saat ini adalah Fenomena tentang : Pendidikian,Perekonomian, dan Kesehatan. Ini lah yang menjadi keseriusan pemerintah untuk membenahi semua permasalahan polemik yang dihadapi saat ini.

Ir.Soekarno mengatakan “ Saya katakan bahwa cita-cita kita dengan keadilan sosial ialah suatu masyarakat yang adil dan makmur, dengan menggunakan alat industri, alat tekhnologi yang sangat modern asal tidak dikuasai oleh sistem kapitalisme.

Keberpihakan kita jelas adalah 100% bagi petani Indonesia. Ini mutlak dan tidak bisa ditawar. Kita harus membela kepentingan Nasional. Tetapi kebijakan yang diterapkan semestinya memiliki kearifan yang menyeluruh dari perencanaan, hingga pelaksanaan.

Bila tidak maka kebijakan yang semestinya membela petani hanya akan menjadi macan kertas saja. Terlihat apik, namun sangat sulit dilaksanakan. Ambil contoh masalah daging sapi. Pemerintah ingin memajukan peternakan sapi dan mensejahterakan perternak dalam negeri.

Maka impor daging sapi dibatasi. Terlihat diatas kertas sangat baik. Dan sangat bijak. Namun pembatasan impor daging sapi tersebut sama dengan masalah gizi diawal artikel ini, disama ratakan kebijakan-nya. Padahal industri pariwisata dan industri cafe – restoran kita sedang tumbuh sangat luar biasa. Akibatnya daging impor untuk industri ini melonjak hingga 400 ribu rupiah perkg.

Pengusaha menjerit ! Karena harga yang sedemikian tinggi, laba di daging impor juga menjadi menggiurkan. Perijinan impor daging menjadi lahan bisnis tersendiri. Maka meledak-lah kasus korupsi perijinan kouta impor daging dapi. Akhirnya pemerintah sadar juga, maka impor sapi khusus untuk hotel dan resto yang disebut dengan “prime cut beef” dibebaskan dari kouta, namun harus diimpor lewat pelabuhan udara. Yang tentunya akan membuat harga tetap mahal.

Sebuah kebijakan yang kelihatan sekali diberlakukan dengan setengah hati. Seorang pejabat yang sangat jujur, mengatakan bahwa salah satu masalahnya, adalah gengsi bangsa. Masa Indonesia, sebuah negara tropis yang sangat subur di Khatulistiwa sangat bergantung pada impor pangan. Secara matematik impor pangan kita sebenarnya sangat kecil.

Misalnya saja impor hortikultura hanya sekitar 8% dari total konsumsi nasional. Tetapi lagi-lagi seperti awal dari tulisan ini, yang kita lihat hanya sisi bagus Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang bagus. Lonjakan kelas menengah yang fantastis. Ibarat kita berpakaian, diatas kita pinggang kita berpakaian utuh, dibawah pinggang kita telanjang.

Demikian juga yang terjadi impor pangan terlihat sangat ‘high visibility’ kalau kita melihatnya di supermarket dan pusat belanja di mall yang dipenuhi dengan resto dan cafe mewah. Ketika kita menyatukan dua pasar yang berbeda – antara pasar kelas menengah yang bakal 150 juta itu dan pasar pedesaan yang hampir sama jumlahnya, maka penglihatan kita menjadi tidak lagi jelas. Warna menjadi sangat abu-abu.

Andaikata kita mau merenung dan berpikir arif, ucapan sang Ibu banyak benarnya juga. Batik dan mobil Kijang, tidak pernah terancam dengan impor baju mewah dan impor mobil mewah. Kenapa bisa begitu ? Sederhana jawaban-nya ! Batik dan mobil Kijang tampil sangat menawan, dibeli dan dipakai oleh masyarakat, semata-mata karena dua hal. Pertama produknya makin modis dan kualitasnya semakin baik. Kedua baik batik dan mobil Kijang dipromosikan dengan pemasaran yang baik. Barangkali ini adalah kearifan yang tidak bisa terbantahkan.

Jadi kita bisa belajar dari dua kearifan diatas. Pangan produksi Indonesia, apakah itu daging, buah dan sayur, kalau ingin sukses seperti Batik dan mobil Kijang, harus menempuh jalan yang sama bahwa produknya mesti berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi. Sederhana sebenarnya. Dan harus pula dipromosikan dengan strategi pemasaran yang baik.
Indonesia, sampai kapan..semoga panjang umurnya.

Saya tidak tahu berapa tahun visi Amerika Serikat (selanjutnya saya sebut AS) tentang  berapa lama usia atas berdirinya NKRI. Berapa lama Indonesia dibolehkan AS menjadi negara yang paling tidak dikelola dan diatur sendiri oleh paling tidak mayoritas Warga Negara-nya sendiri?

Negara sebesar Indonesia berharap Umur panjang, siapa yang bisa menjamin? Uni Soviet bubar, Yugoslavia bubar, Burma jadi Myanmar, Coba baca buku-buku Akademisi sejarah barat, rata-rata meragukan Indonesia sebagai Nation’s State akan panjang usianya, lihat dari Judul-judulnya saja: Indonesia Unlikely Nation.

Mengapa saya tanyakan ini, apa hubungannya. Saya tidak bisa memastikan hubungannya, akan tetapi sampai detik ini Amerika Serikat adalah God Father bagi negara-negara di dunia, terutama negara ya sudah mengikuti atau masuk dalam desain demokrasi versi AS. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) benar-benar memasuki demokrasi versi AS sejak UUD 1945 di amandemen sebanyak 4 kali pada periode 1999-2004.  Sejak Indonesia menggunakan UUD 1945 versi amandemen, sejak itulah bangunan NKRI memiliki dan mengganti fondasinya kepada segala bentuk politik, ekonomi, sosial dan budaya yang mirip bila tdk menyerupai AS. Kemiripan tersebut dapat dilihat dari politik: Ekonom Fondasinya ada segala bentuk peraturan dan institusi.

Kita bisa lihat bagaimana Amerika Serikat membentuk dan mengembangkan demokrasi di negara-negara bekas Uni Soviet. Lembaga Funding mempunyai dana dan program yang luar biasa besar untuk membentuk demokrasi versi Amerika Serikat di negara-negara seperti Bosnia, Croasia, Ceko dan Slovak, Kosovo dan negara2 Balkan. Bahkan Afganistan dan Irak tentunya tak lepas dari campur tangan negara Penguasa Dunia ini.

Di Indonesia segala UU yang dilahirkan di DPR adalah pesanan Amerika Serikat, terutama yang terkait dengan ekonomi dan pengelolaan sumber daya alam, akses pihak luar atas Indonesia melalui berbagai UU: UU Kewarganegaraan, UU Bea Cukai dan sebagainya.
Dan sekarang dengan adanya pernyataan Presidan UUD 1945 tidak sakral dan Demokrasi juga DAPAT DIUBAH—maka Bisa Jadi PANCASILA, atau landasan Kebangsaan dan Kenegaraan Indonesia dapat diubah pula,mungkin seperti Malaysia ekonomi Liberal dan Islam.

Kenapa bangsa Indonesia tidak mencontoh Venezuela yang mengamandemen sendiri UUD1945 sesuai kehendaknya, Karena INDONESIA TIDAK BISA SEPERTI VENEZUELA yang bisa melepaskan dari cengkraman pengaruh Amerika Serikat, karena rakyat Indonesia tidak lagi punya keberanian yang ditunjukkan saat mengusir penjajah Belanda dengan bamboo runcing, karena rakyat Indonesia sudah numb-beku rasa militansinya atas apa yang terjadi, dan karena rakyat Indonesia terutama yang kelas bawah sudah tidak dapat berbuat apa-apa karena rakyat kelas menengah TIDAK ADA yang membimbing mereka mensuport mereka dalam gerakan MELAWAN KETIDAK ADILAN (seperti Tahun 1997-1998). Sedangkan rakyat Indonesia pada pertempuran melawan Belanda merebut kemerdekaan semua golongan masyarkat dari kelas menengah, bawah dan atas ikut bersumbangsih.

Penulis : Hadyd Ryandi (Mahasiswa Politeknik LP3I Kampus Langsa Prodi Manajemen Perusahaan)

Komentar