Diduga Suzuki Finance Makassar Abaikan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011

MAKASSAR | Melalui peraturan kapolri (Perkap) nomor 8 tahun 2011, satu satunya pihak yang berhak menarik kendaraan kredit bermasalah adalah kepolisian. Bagaimana dengan mobil yang ditarik Dept Collector Suzuki Finance Makassar beberapa hari yang lalu.

Meskipun sudah ada aturan yang jelas dan ketat perihal penarikan barang yang dilakukan namun tetap terabaikan diduga debt collector Suzuki Finance Makassar, Nasabah lapor Polisi. Rabu (28/02/2024)

Bagaimana seperti peristiwa nasabah Suzuki Finance Makassar yang dialami oleh sepasang suami istri dan anak yang masih berumur 3 tahun, diketahui warga Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Hal itu yang dialami oleh Daeng Bali, bersama istrinya dan anaknya dalam perjalanan menuju tiba tiba langsung dihadan oleh dua mobil pada hari minggu, (25/02/2024) sekitar jam 20.00 wita didaerah Gowa dan kemudian dibawah didaerah Makassar Lalui mobil disitanya baru ditinggal pergi.

“karena barang yang ada dimobil masih kurang diperjalanan menuju tempat pengambilan barangku, tiba saya langsun dihadang dua mobil, ada didepan dan ada di belakang langsung saya berhenti dan tiba kunci mobilku diambil, kemudian saya bersama anak dan istriku dikasih diturung didepan warkop dijalan di Toddopuli baru ditinggal pergi,” katanya.

Diakuinya bahwa mereka tidak tau yang hadang dirinya adalah sejumlah oknum debt collector dari Suzuki Finance yang tempati mengkredit mobil karena tidak memperlihatkan identitas, Namun mengaku tidak bisa berbuat apa apa karena ikut anaknya yang masih kecil.

“Awalnya tidak tau bahwa yang hadang saya debt collector karena saya anggap aman sebab sudah ada pembayaran pada tanggal 14 februari 2024 dan saya juga sudah konfirmasi lewat telpon akan membayar pada tanggal 29 Februari, namun mobil diambil pada tanggal 25 februari 2024 lalu. bersamaan dengan barangku dimobil ikut juga dibawah sampai sekarang belum dikembalikan,” jelasnya.

Dia (Daeng Bali-rd) mengaku telah mengalami kerugian materi maupun Moriel terhadap pelanggannya diantaranya kehilangan kepercayaan

“Kalau kerugian materi mungkin saya bisa hitung tapi kerugian lain saya tidak bisa hitung karena kehilangan kepercayaan saya berusaha hanya kehilangan kepercayaan dari orang utama saya tempati ambil barang, dan juga mertuaku karena mobil tersebut atas namanya saya hanya pakai mencari nafkah untuk biaya hidup bersama istri dan anak anakku” katanya.

Terkait peristiwa yang tidak menyenangkan telah melaporkan di Mapolrestabes Makassar, Nomor: LP/B/374/II/2024/SPKT/POLRESTABESMAKASSAR/POLDASULAWESI SELATAN tanggal 28 Februari 2024 dan telah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulselbar pada tanggal 01 Maret 2024.

“Semoga cepat ditindaki dan barang barangnya dikembalikan dan kerugian yang dialami anakku, karena mobil yang bermasalah kenapa juga muatan ikut dibawah, saya berharap ditindaki sesuai dengan undang undang yang berlaku, walaupun saya ada kesalahan karena ada utang menunggak tapi seandainya ada uangku tidak mungkin saya mengutang,” Daeng Gassing Menambahkan.

Dikutip, Bisnis.com, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan aturan baru terkait dengan mekanisme penagihan kredit dan pembiayaan leasing hingga pinjaman online (pinjol).

Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 yang menggantikan POJK Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. diantaranya poinnya: “penagih kredit tidak boleh menggunakan ancaman, kekerasan, atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen”

Jadi bagaimana aturan menarik barang dari debitur yang menunggak cicilan oleh pihak leasing?.

Dikutip dari Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

UU 42/1999 menerangkan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat (2) disebutkan, Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

Kemudian di Pasal 29 ayat (1) disebutkan, Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;

Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Pada Pasal 29 ayat (2) dijelaskan, Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) Surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.

Kemudian Pasal 30 menyatakan, Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.

Perbedaan dalam penarikan pada Pasal 15 UU 42/1999 menjadi menjadi multitafsir. Sebagian menafsirkan proses penarikan kendaraan bermotor harus melalui pengadilan.

Namun sebagian menganggap berdasarkan wewenang yang diberikan UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian terjadi di masyarakat penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector.

Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang menjelaskan bahwa penarikan dapat dilakukan tanpa paksaan, adanya kesepakatan bersama kreditur dan debitur.

Kemudian pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, proses eksekusi atau penarikan kendaraan debt collector harus dilengkapi dengan adanya sertifikat fidusia, surat kuasa atau surat tugas penarikan, kartu sertifikat profesi, kartu Identitas.

Ancaman hukuman bagi pihak debt collector yang melakukan penarikan secara paksaan dapat dikenakan pidana. Seperti diduga melanggar Pasal 335 KUHP, Pasal 362, Pasal 365, Pasal 368, Pasal 369 KUHP.

Komentar