Nanggroe.net, Aceh Utara | Kembali Beredar surat tentang himbauan pengosongan kios, pasar Impres Geudong guna untuk dilakukan upaya relokasi kembali yang sebelumnya sempat di batalkan karena adanya perlawanan paksa dari pedagang dan mahasiswa.
Surat yang bernomor 539/02/PDBU/2020 tanggal 6 Februari 2020 itu ditujukan kepada penyewa kios pasar Impres Geudong dalam surat tersebut, PDBU menegaskan tentang pembongkaran pasar yang segera akan dilakukan.
Surat tersebut dituliskan dalam rangka untuk pelaksanaan Pembangunan Revitalisasi Pasar Inpres Geudong maka kami harapkan agar seluruh pedagang yang menempati kios-kios Pasar Inpres Geudong agar dapat pindah sementara ke lokasi Relokasi yang sudah disediakan selambat-ambat tanggal 15 Februari 2020 Demikian surat yang berisi himbauan PDBU.
Kuasa Hukum pedagang di Pasar Inpres Geudong, Anwar MD SH saat kami hubungi Selasa (18/02/2020) menyampaikan, dalam perkara ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon pada 10 Februari 2020 lalu sudah menyatakan secara resmi kepada para pihak supaya sebelum ada putusan sidang, maka sejumlah kios di Keude Geudong tidak boleh diganggu oleh pihak mana pun.
“Ada keputusan secara inkrah dari PN Lhoksukon maka tidak boleh diganggu, pembongkaran atau apapun oleh para pihak, karena taat hukum jadi kami memegang keputusan itu,” tegasnya.
Kemudian, dari awal sejak proses perkara yang sedang berlangsung di persidangan, sebenarnya para pihak harus bersabar dan menunggu keputusan itu. Jika dari pihak PDBU tetap melakukan pembongkaran dengan alasan akan melakukan revitalisasi pasar tersebut, maka bisa dikatakan mereka itu tidak menghargai proses hukum yang berjalan di pengadilan.
“Seharusnya pemerintah memberi contoh baik kepada masyarakat, jika suatu perkara sedang berjalan proses hukumnya, maka objek itu jangan diganggu”. Pungkasnya
Selain itu, kuasa hukum meminta Pemerintah Aceh Utara dan PDBU harus pembongkaran dengan alasan akan melakukan revitalisasi pasar tersebut, maka bisa dikatakan tidak menghargai proses hukum yang berjalan di pengadilan.
“Pemerintah harus memberi contoh baik kepada masyarakat, jika suatu perkara sedang berjalan proses hukumnya, maka objek itu jangan diganggu. Intinya, kita minta Pemerintah Aceh Utara dan PDBU harus mematuhi aturan hukum yang sedang berjalan,” pintanya.
Anwar menjelaskan, perkara ini masuk ke pengadilan lantaran hingga saat ini masing-masing pedagang di Keude Geudong belum menerima Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Padahal, dalam surat perjanjian PDBU berkewajiban menyerahkan SHGB tersebut kepada pedagang. Jika pasar itu akan direvitalisasi. Pedagang harus mendapatkan kompensasi seperti yang tercantum dalam surat perjanjian.
“Perjanjian itu dibuat oleh pengelola PDBU pada periode sebelumnya, tetapi tidak ditindaklanjuti oleh manajemen yang baru. Akibat belum adanya kepastian ganti rugi itu, pedagang pun enggan direlokasi”. Tuturnya
Laporan | H.Al
Komentar