LBH Banda Aceh: Sidang Kasus Dugaan Makar Tidak Layak Disidangkan Secara Online

Nanggroe.net, Banda Aceh |kembali digelar sidang lanjutan terhadap Nasruddin dan Zulkifli dengan dugaan tindak pidana Makar. Hari ini adalah sidang lanjutan yang ke 7, dengan agenda pembuktian mendengar kesaksian dari saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun sidang hari ini kembali ditunda, dengan alasan bahwa Ketua Majelis Hakim sedang dalam keadaan tidak sehat. Selasa (09/4/2021)

Dari Pers rilis yang diterima Nanggro.net Direktur LBH Banda Aceh Syahrul S.H, M.H menyampaikan “ini penundaan sidang yang kedua kalinya selama berlangsungnya sidang, selasa lalu juga ditunda dengan alasan saksi yang semestinya dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak hadir”.

Meskipun dengan kehadiran majelis hakim tidak lengkap, Penasehat Hukum Kedua terdakwa Syahrul, S.H., M.H. dan Arabiyani, S.H., M.H dari LBH Banda Aceh tetap mengajukan permohonan secara lisan agar persidangan bisa dilaksanakan secara langsung, tidak secara daring setidaknya selama agenda pembuktian saja.

Baca Juga:

Tiga Tahun Ditinggal Irwandi, Haji Din Berharap Nova Tidak Single Lagi

“Kami memohon kepada majelis hakim, agar persidangan selanjutnya dapat terlaksana sesuai dengan isi perma nomor 4 tahun 2020. Karena kami yakin perma ini dibuat untuk menjamin terpenuhinya hak-hak terdakwa  dan tercapainya keadilan meskipun dalam kondisi pandemi seperti ini. “ Kata Syahrul

Dalam kasus pidana, tahap pembuktian dengan agenda mendengar keterangan saksi merupakan fase penting. Pernohonan sidang langsung ini dirasakan sangat penting, mengingat fasilitas yang digunakan untuk sidang online selama ini, masih belum memadai dan masih tidak sesuai dengan anjuran peraturan perundang-undangan tentang mekanisme persidangan elektronik.

Lebih lanjut Syahrul menjelaskan “Jika kita lihat persidangan online selama ini, belum sesuai dengan Perturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektornik. Misalnya apa yang dalam Pasal 2 ayat (3) bahwa seluruh peserta sidang, baik terdakwa, penasehat hukum, jaksa, hakim dan panitera harus semuanya bisa terlihat di layar monitor dan dengan suara yang jelas. Hal ini sama sekali tidak terpenuhi, yang Nampak dilayar monitor hanya para terdakwa, dan majelis hakim, sedangkan jaksa dan penuntut umum tidak terlihat, serta tidak semua suara peserta sidang bisa didengar dengan jelas oleh terdak yang mengikuti sidang di Lapas. Menurut kami ini masalah besar, apalagi dimasa-masa pemeriksaan saksi seperti saat ini.”

Baca Juga:

Demo Aparatur Desa Minta Perbup Dicabut, Pemerintah: Produk Hukum Sudah Sesuai Mekanisme

Selanjutnya juga tidak sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) dimana seharusnya bahwa terdakwa dan penasehat hukumnya secara fisik harus berada dalam satu ruangan yang sama. Poin dalam pasal ini penting bagi penasehat hukum dan terdakwa, dimana jika ada yang ingin didiskusikan terkait dengan kejanggalan-kejanggalan dalam persidangan bisa langsung terkonfirmasi secara rahasia dan ini merupakan salah satu prinsip hubungan anatara pengacara dan klien yang harus dihargai dan dihormati oleh siapapun, termasuk peradilan.

“Kemudian Pasal 7 ayat (5) menekankan bahwa Ruangan tempat terdakwa mengikuti persidangan harus dilengkapi dengan alat perekam/CCTV yang dapat memperlihatkan ruangan secara keseluruhan. Beberapa kali sidang kami merasa bahwa persidangan sangat terganggu, dimana kadang-kadang ada suara mesin pemotong keramik di lapas, rebut, dan bahkan ada suara TV serta musik, sehingga terdakwa tidak bisa fokus dan mendengar suara dalam sidang”

“Dalam rangka mendukung berlangsungan proses persidangna yang sesuai dengan prinsip fair trial, kami memohon agar kedepan para terdakwa bisa dihadirkan secara langsung, apalagi sekarang agenda sidang adalah pembuktian” Tutup Syahrul

Komentar