Salah Satu Warga Lhoksukon Ingin Keadilan di tengah Wajah Peradilan yang gelap, (III)

Nanggroe.net, Aceh utara | Tanggal 27 Oktober 2016, Sampailah pada putusan terakhir pihak nurazizah di nyatakan kalah dengan alasan menurut Informasi yang di  berikan  Nurazizah kepada Tim Nanggroe.net pihak Nuraziah tidak dapat membuktikan dasar surat hak milik adat tersebut dan tidak dapat menghadirkan pihak ke 3, artiannya saya kekurangan pihak karena penjual ada 2 orang yang satunya sudah meninggal dan ahli waris nya tidak pernah hadir dalam persidangan tersebut, itulah alas an hakim saya di nyatakan kalah, “Para pihak tidak Cukup,” Ungkap Nurazizah Kepada Nanggroe.net

“Ingin Keadilan di Tengah Jalan Penegakan Hukum yang suram, membuat wajah peradilan begitu Gelap,”.

Sehingga tiba pada tanggal 15 Agustus 2017, Nurazizah merasa keberatan atas putusan hakim yang terdahulu shingga ia menyatakan Banding ke Pengadilan Tinggi, Banda Aceh dengan memakai jasa pengacara yang lain, karena pengacara yang lain sudah di putuskan hubungan hukum antara Nurazizah dengan Pengacara yang sebelum nya, Namun pada 6 February 2018, pengadilan tinggi banda Aceh kembali mengeluarkan putusan sehingga gugatan pihak Nurazizah di tolak.

Juga pada tanggal 5 maret 2018, Nurazizah mengajukan kasasi ke  Mahkamah Agung di  Jakarta dan tanggal 8 oktober 2018, Putusan M.A tetap Nurazizah di nyatakan kalah. Pada tanggal 13 Maret 2019,pihak nya kembali melakukan upaya Hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) ke M.A, dengan mengajukan bukti baru berupa surat jual tahun 1939 dan surat hibah antara pembeli dengan tanah saya yang tanah nya juga dalam sengketa, tapi hanya 3 Meter  x 9 Meter posisitanah yang berada di sebelah barat tanah Nurazizah, dalam isi surat ibah tersebut, apabila di eksekusi oeleh pengadilan, tanah yang 3 meter tersebut tidak akan di ambil.

“Namun pada Tanggal 7 oktober 2019, putusan PK juga menolak bukti PK saya, Semua usaha sudah saya lakukan sedangkan hasil nya tetap nihil namun saya melalui pengacara mencoba sekali lagi, untuk membuat gugatan yang baru, alhamdulillah, pengadilan mengabulkan. Kami buatlah gugatan baru hingga sidang kembali lagi,”.Disampaikan Nurazizah kepada Nanggroe.net

Di tambahkan nya “ Dalam persidangan, kembali saya ajukan bukti surat bukti adat tahun 1980 (tanah tersbut ukuran nya 8X22 meter), Surat jual tahun 1939, dan surat surat lain yang saya ajukan terdahulu dalam persidangan yang dulu, Beserta saksi saksi yang baru. Mereka pihak lawan, menunjukkan bukti keputusan MA, PN lhoksukon, PT banda aceh, Surat perjanjian terdahulu, tidk mereka jadikan bukti lagi,”. Nurazizah kepada Nanggroe.net

Selanjutnya nurazizah melaui Pengacara nya memohon kepada majelis hakim, agar mereka ( pihak lawan ) menunjukkan menunjukan surat kepemilikan tanah tersebut, tapi mereka menolak untuk menghadirkan bukti tersebut, tidak ada kata mereka. Pada tanggal 23 juni 2020, pengadilan negeri lhoksukon memutuskan,menolak semua gugatan  Nurazizah, sehingga pihak nya kalah lagi. Tanggal 16 juli 2020, Nurazizah  menyatakan banding ke pengadilan tinggi banda Aceh lagi, dan tanggal 7 Oktober 2020 putusan Pengadilan tinggi, tetap menolak juga.

Pada tanggal 3 november 2020,  Nurazizah  mencoba kasasi ke M.A dan sekarang dalam proses pengiriman ke Jakarta. Pada persidangan yang terdahulu, Nurazizah  menghadirkan saksi saksi yang pernah tinggal dalam rumah dan tanah ini.

“ Mereka menguturkan dari tahun 1965 sampai tahun 1972 mereka. Tinggal dan sekolah di lhoksukon, posisi rumah masih rumah panggung, mereka mengatakan , tidak ada seorang datang untuk mengusir orang tua Nurazizah, dan mengatakan tidak pernah ada pergantian orang yang pernah tinggal di dalam nya ( masa itu ayah Nurazizah hidup bersama istri pertama nya ) setelah istri ayah Nurazizah  meninggal ayah saya kawin dengan Siti Maryam (Ibu Nurazizah)  Dalam perkawinan tersebut  Azizah di lahirkan, pada pernikahan yang sebelumnya Ayah Nurazizah tidak di karuniai anak maka, dari sekian tahun tidak pernah bertukar orang yang duduk di atas tanah  tersebut.

Itu kesaksian mereka, di  atas sumpah. Dan yang dikatakan mereka semua benar, dari apa yang mereka lihat dan jalani tanpa rekayasa sama sekali, dan dalam persidangan yang lalu, kami ada bertanya kepada pengacara mereka, melalui majelis hakim, Kalau memang tanah tanah tersebut sudah dibeli oleh pihak lawan (tergugat), kenapa sampai saat ini, objek sengketa masih saya kuasai

Mereka tidak bias menjawab pertanyaan-pertanyan kami, diam seribu Bahasa. Orang tua saya (ayah) ada seorang pensiunan kejaksaan tidak mungkin beliau merampas bukan haknya, yang diberika camat kepada ayah saya bukan sembarangan diberikan, ca,at tidak mungkin memberikan tanah orang ke tanggan orang lain.

Berdasarkan surat tersebut diserahkan, karena ayah saya sudah puluhan tahun tinggal di atas tanah tersebut, dan tanah tersebut peninggalan belanda.

Apa kah bukti yang saya ajukan tidak kuat? Kalau kita bertanya kepada orang-orang seputar Lhoksukon, siapa yang punya tanah tersebut, mereka akan menjawab : “itu tanah Amin Bas” tidak pernah kami lihat bertukar orang di atas tanah tersebut.

Dari dulu sampai sekarang, kami ntidak pernah melihat ada orang lain yang tinggal disitu selain anaknya, (saya) itulah kata mereka.

Namun, saya tidak mungkin menumpulkan orang banyak , membawa mereka ke pengadilan untuk bersaksi, cukuplah 3 orang saja yang mengetahui usul tanah tersebut, semua usaha saya di pengadilan dan menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti, tidak di akui oleh pengadilan.

Mereka berpegang bukti surat saya tidak kuat, tidak bias membuktikan asal usul tanah tersebut. Jadi bukti yang bagaimana lagi yang harus saya buktikan,”. Diungkapkan Nurazizah kepada Tim Di lapangan.

Bersambung….

Berita Sebelumnya : Jalan Panjang Perjuangan Merebut Sepetak Tanah Peninggalan Orang tua, (II)

Tim Penyusun :

Teknis dan Reporter                : Muji Alfurkhan.

Asisten Teknis dan Laporan    : Muhammad Khatami

Penyusun dan Editor                : Haiqal Al fikri

Koordinator Liputan                : Muhammad Fadli

Wakil Koordinator Liputan      : Bulqaini

Komentar