Nanggroe.net, Aceh Utara | Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakuktas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) meminta Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah untuk segera mencabut dan meninjau ulang Surat Edaran (SE) Nomor 440/7810 pada tanggal 2 Juni 2020 yang ditujukan kepada Bupati/Walikota se-Aceh tentang penerapan masyarakat produktif dan aman dari virus Corona (Covid-19) pada kriteria Zona Merah dan Zona Hijau di Aceh.
Penerapan status zona itu mengacu pada keputusan Mendagri nomor 440-930 tahun 2020 tentang pedoman tatanan normal baru masyarakat produktif dan aman Covid-19.
Sementara itu, jumlah kasus positif corona di Aceh hingga hari ini Minggu 7 Juni 2020 tadi 20 orang. 18 orang di antaranya sudah sembuh, satu orang meninggal dunia, dan satu pasien lagi masih dirawat. Pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 adalalah 108 orang, tapi hanya dua orang lagi masih dirawat. 105 lagi sudah selesai diawasi dan dipulangkan, satu lagi meninggal. Sementara orang yang masih dalam pemantauan tersisa 111 orang lagi.
Sebagaimana yang diketahui bahwa kriteria zona merah merupakan zona yang sangat rawan menyebarnya virus covid-19 ini. Akan tetapi pemerintah Aceh tidak dapat memberikan alasan mengapa ada beberapa daerah yang dikategorikan masuk zona merah. Ada beberapa daerah yang ditetapkan dalam zona merah, seperti Banda Aceh, Pidie, Simeulue, Aceh Barat Daya, Aceh Tamiang, Lhokseumawe, Bener Meriah, Gayo Lues dan Aceh Utara.
“Kami melihat bahwa saat ini Pemerintah Aceh berusaha untuk melahirkan produk hukum untuk mendapatkan tujuan politiknya atau kepentingan mereka. Ini semacam konsep konspirasi yang diciptakan penguasa”. Kata Muhammad Rajief, Ketua Departemen Internal BEM FH Unimal.
Seperti yang diketahui, bahwa Provinsi Aceh telah mengucurkan dana realokasi yang sangat besar untuk pandemi virus Covid-19 ini. Bahkan provinsi Aceh merupakan daerah yang termasuk dalam kategori pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kemudian, Plt. Gubernur Aceh telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 10/INSTR/ 2020 pada tanggal 4 Juni agar Dinas Kesehatan di tiap kabupaten/kota dan Rumah Sakit Daerah untuk melaksanakan pemeriksaan Covid-19 melalui Rapid Test pada tanggal 3-10 Juni 2020.
“Kami menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Plt. Gubernur Aceh ini merupakan upaya politis yang dilakukan agar dapat tercapainya keuntungan pribadi maupun kelompok mengenai dana agar mudah menghabiskan. Kita lihat berdasarkan fakta-fakta saat ini, bahwa Aceh tidak pantas ditetapkan sebagai zona merah”. Tambah Muhammad Rajief
Bahkan Sembilan Kota dan kabupaten di Provinsi Aceh memprotes status zona merah virus Corona (Covid-19) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, melalui Pemerintah Provinsi Aceh. Mereka menilai daerah mereka aman dan tidak terdapat lonjakan kasus pasien yang positif.
“Bahkan kami menilai, kebijakan yang dikeluarkan penguasa malah terlihat konyol, dimana upaya yang dilakukan dulunya mengenai pengadaan lahan untuk kuburan massal korban Covid-19 yang meninggal dunia. Sekarang bagaimana keadaannya lahan tersebut, masih layak atau malah sudah menjadi semak-semak lagi seperti dulunya,” tuturnya.
“Kami meminta agar KPK dapat turun dan melakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana covid-19 ini agar tidak terjadinya penyalahgunaan dana.” Tutup Muhammad Rajief yang juga merupakan Mahasiswa Hukum Tata Negara Unimal. (*)
Komentar