Nanggroe.net, Aceh Utara | Taman Kanak-kanak Swasta (TKS) Cut Nyak Dien butuh perhatian pemerintah, baik Pemerintah Daerah Aceh Utara ataupun Pemerintah Aceh.
TKS tersebut terletak di pedalaman Aceh Utara tepatnya di Dusun Alue Meuh, Desa Gunci Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara. Dusun tersebut memakan waktu tempuh sekitar 2 sampai 2,5 jam dari Lhoksukon sebagai pusat Ibukota Aceh Utara.
Wartawan Nanggroe.net dalam perjalanan kesana memiliki kesulitan karena jalan yang belum teraspal dan masih berbatu besar yang timbul sepanjang jalan.
Kepala TKS Cut Nyak Dien, Maulida Wati yang dijumpai di lokasi, Selasa (23/3) mengatakan bahwa mereka sangat membutuhkan bantuan khususnya bangunan yang layak dan sarana prasarana.
Maulida Wati menjelaskan saat ini ada 38 orang peserta didik yang menimba ilmu di TKS tersebut, semua murid berasal dari Dusun Alue Meuh dan beberapa dari dusun lain. Sedangkan untuk tenaga pengajar sendiri berjulah 5 orang.
“Saya sebagai putri daerah selesai kuliah diminta untuk menjadi guru sejak tahun 2019, hingga sekarang siswa/i kami ada 38 orang, karna cuma ada satu ruang kelas selebihnya kami belajar di meunasah desa”, ungkap Maulida.
Lanjutnya, Dana Operasional Pendidikan (Dapodik) memang ada diberikan oleh pemerintah, namun menurutnya dana tersebut merupakan dana untuk keperluan habis pakai. Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan berlangsungnya proses belajar mengajar dan itu tidak mencukupi untuk digunakan membangun TKS.
Amatan Wartawan Nanggroe.net, memang bangunan TKS Cut Nyak Dien tersebut tidak layak pakai, para siswa harus belajar dilantai semen yang diberi alas karpet.
Sedangkan dindingnya hanya papan yang tidak full dengan atap seng bekas, hal tersebut nampak dari seng yang sudah berwarna kecoklatan akibat berkarat.
Menurut keterangan dari Sekretaris Dusun Alue Meuh, Muslem saat dijumpai di lokasi mengatakan bangunan tersebut sudah dibangun sejak tahun 2017 dengan gotong royong serta biaya swadaya masyarakat.
Ia mengatakan TKS di tempatnya sudah ada sejak 12 tahun lalu, namun dulu proses belajar mengajar dilakukan di meunasah (sejenis surau) dusun setempat.
Namun karena meunasah sebagai tempat ibadah dan banyak keperluan lain yang harus dilaksanakan di meunasah maka masyarakat membangun bangunan TKS secara swadaya.
Dengan kondisi demikian ia berharap ada pemangku kepentingan yang mau melihat kondisi pendidikan mereka.
Lebih-lebih para anak disana harus mampu bersaing dengan perkembangan zaman yang semakin canggih, sehingga jika fasilitas pendidikan mereka masih serba kurang dikhawatirkan perkembangan pertumbuhan ilmu pengetahuan di pedalaman (pelosok) akan stagnan.
“Sebagai masyarakat pedalaman kami berharap ada yang melihat kondisi pendidikan kami, ini demi anak anak bangsa yang cerdas juga”, pungkas Muslem.
Komentar