GERAM Menggugat Plt. Gubernur Aceh ke Pengadilan Banda Aceh Terkait Program Stikering BBM

Nanggroe.net, Banda Aceh | Sejumlah masyarakat Aceh mengatasnamakan Gerakan Rakyat Aceh Menuntut atau disingkat dengan GERAM menggugat Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah ke Pengadilan Negeri Kota Banda Aceh, pada Senin 5 Oktober 2020.

Gugatan itu berkaitan dengan kebijakan terkait program Stikering BBM yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 540/9186 Tahun 2020 tertanggal 2 Juli 2020 Tentang Program Stickering Pada Kendaraan Sebagai Strategi Untuk Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Minyak Khusus Penugasan (JBKP) yang tepat sasaran.

Syaksya Meirizal selaku inisiator GERAM mengatakan bahwa Bahwa Program Stickering BBM itu bertujuan untuk membuat malu rakyat disadur dari berbagai media cetak dan online terkemukan lokal dan nasional. Maka oleh sebab itu pihaknya menggugat Plt. Gubernur Aceh ke Pengadilan Kota Banda Aceh.

Baca Juga : Stiker Kasar, Penghinaan Rakyat Aceh

“Kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan amanah UUD 1945 dalam Pasal 28G Ayat 2 yang berbunyi hak warga Negara untuk bebas dari penyiksaan. Setiap warga Negara tidak berhak untuk disiksa dan direndahkan martabatnya,” ungkapnya.

Selain itu, Kata Syaksya, berdasarkan kenyataan dilapangan, masyarakat yang sudah dipermalukan dengan menempel stiker tersebut tidak juga memperoleh minyak BBM Subsidi secara mudah karena ketersediaan bahan bakar minyak Premium dan Solar sering kosong dan kalaupun ada tetap harus mengantri dengan antrian yang sangat panjang.

“Juga kalimat yang tercantum pada stiker tersebut dari segi sosial sangat mencerminkan kalimat yang memalukan, tidak etis, memojokkan dan merendahkan martabat Masyarakat Aceh,” cetusnya.

Seharusnya, Sambungnya, kewajiban Pemerintah Aceh memastikan distribusi dan penyediaan minyak untuk rakyat. Bukan sebaliknya menimpakan kesalahan kepada masyarakat. Pemerintahlah yang berkewajiban mengawasi dan memastikan bahwa penerimaan minyak harus tepat sasaran.

“Pemasangan stiker ini menunjukkan sisi lemah Plt. Gubernur Aceh dalam memberantas para penimbun minyak,” tandasnya.

Kemudian, kebijakan tersebut sangat meresahkan dan diskriminasi masyarakat Aceh dalam mendapatkan atau menggunakan bahan bakar minyak untuk kendaraan, sehingga sangat beralasan hukum pengadilan / Majelis Hakim sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad) sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata.

“Dan oleh sebab itu kami yang melakukan gugatan class action yang diwakili 24 orang penggugat, adapun dari kami menuntut ganti rugi immateriil kepada Masyarakat Aceh senilai 1 Triliun Rupiah,” pungkasnya.

Komentar