Jubir Muda Seudang : Anak Muda Harus Bersatu Memperjuangkan MoU Helsinki

ACEH | Jubir Muda Seudang Pusat Muhammad Chalis,S.IP meminta anak-anak muda untuk bersatu mengawal dan memperjuangkan isi-isi MoU Helsinki.

“Seperti yang kita ketahui bahwa usia perdamaian sudah memasuki yang ke 18 tahun tetapi apa yang di sepakati kedua belah pihak antara RI dan GAM belum di realisasikan oleh pemerintah pusat,” Ujar Chalis selaku Jubir Muda Seudang kepada Nanggroe.media, Senin (14/8/2023).

Menurut Chalis ini harus kita duduk bersama anak-anak muda Aceh harus mengontrol dan harus berani bersuara terkait masa depan Aceh sesuai dengan perjanjian MoU Helsinki.

Ia menyampaikan bahwa jangan sampai seperti ikrar lamteh, cukup ikrar lamteh yang sudah di tipu oleh negara, makanya ini harus menjadi tanggu jawab kita yang muda, apa lagi umur perdamaian juga sudah memasuki usia 18 tahun bukan lagi waktu yang singkat makanya ini harus menjadi tanggung jawab kita anak muda untuk membawa Aceh ke arah yang lebih baik sesuai dengan perjanjian MoU.

Untuk mendapatkan kesepakatan ini tidak lah mudah ribuan orang Aceh syahid dari tahun 1976 hingga 2005 mereka berperang dengan RI supaya Aceh tidak di pandang sebelah mata.

“Mereka orang tua kita, abang kita, saudara kita berperang mereka untuk harga diri Aceh tetapi hari ini perang kita selesaikan dengan perjanjian MoU ini, tapi poin-poin MoU juga belum direalisasikan sesuai harapan rakyat Aceh,” tegasnya

Persoalan Aceh hari ini adalah rangkaian panjang dari konflik politik dan konflik regulasi yang mengatur kehidupan sehari-hari. Anak muda harus berperan aktif dalam mengawal perdamaian dengan memperjuangkan implementasi seluruh butir yang telah disepakati dalam MoU Helsinki.

Hari ini kita sedang dihadapkan pada persoalan fundamental yang berkaitan dengan konflik agraria dan sengketa lahan yang merajalela serta sumber daya alam yang dijarah di depan mata.

Hutan dan hasil alam Aceh ; emas, minyak, gas dan pergerakan tambang lainnya siaga untuk dikeruk dan dikuras oleh monster yang kini menjadi momok baru. Mereka siap menerkam. Rakyat akan berhadapan langsung dengan kuasa pemilik modal yang disokong oleh alat negara. Lalu, kita mau apa?

Pada akhirnya, semua ini hanya mungkin dilaksanakan jika kaum muda kembali bertemu, lalu bersatu dalam pertemuan yang diwakili oleh seluruh gerakan Mahasiswa dan pemuda Aceh ban sigom donya.

“Kita hadir sebagai wadah yang menjembatani pemikiran-pemikiran cemerlang yang selama ini dibatasi oleh tembok-tembok penghalang. Ini adalah masa kita, yang berhak untuk mencatat garis sejarah perjuangan kita sendiri,” tegasnya

Kita berhak menentukan sikap, kepada siapa kita harus berpihak, berdiri tegak dalam berjuang atau mundur sebagai pecundang. Kita harus membuktikan, rakyat diam bukan berarti tidak peduli.

“Kini sudah tiba waktunya untuk kita singkirkan lengan baju, berteriak lantang demi Aceh yang Meusyuhu,” Tutup Chalis mantan aktivis SMUR

Komentar