Nanggroe.net | Banda Aceh – Maimunzir, seorang jurnalis asal Kabupaten Aceh Timur merilis lagu Aceh berisi kritik sosial. Lagu itu selain sebagai seni, diharapkan kontrol sosial terhadap persoalan daerah.
Lagu yang baru dirilis, pada Kamis, 11 Maret 2021 berjudul “Teng Paneng”. Lagu Teng Paneng adalah sebuah diksi yang menggambarkan sebuah kondisi yang sangat kacau, tak menentu. Atau jika dicari pandangan lain yang mempunyai makna mendekati kondisi ini, mungkin phak luyak (Aceh) dapat mewakili terminasi Teng Paneng.
Lagu Teng Paneng dicipta oleh musisi Aceh, Nazar Shah Alam yang juga vokalis Apache13 di bawah produksi Rumah Produksi Studiosa. Lagu Teng Paneng dapat dinikmati melalui Channel Youtube Maimunzir.
Maimunzir menuturkan Teng Paneng adalah hasil diskusi mendalam sambil menyeruput kopi. Kegelisahan terhadap persoalan sosial membuat mereka sepakat menjadikan materi lagu. Dalam lagu ini termuat kritikan terhadap rencana pembangunan instalasi tinja di kompleks makam peninggalan sejarah.
Baca juga : Aceh Utara Bermasalah, Cek Mad Entah Dimana, Dayan Albar Pasang Badan
Munzir bukan pendapatang baru di dunia musik Aceh. Sebelumnya dia aktif di Grup Band Sanggar CuEX.
Namun lazimnya group band lain, Sanggar Cuex juga mengalami masa-masa vakum ketika masing-masing anggota harus memilih jalan hidup dan mulai merakit masa depan dengan cara yang berbeda.
Munzir mengabdikan diri pada lembaga-lembaga sosial yang menjalankan program seputar isu anak, disabilitas dan healing trauma untuk korban konflik dan tsunami.
Bara seni yang ada dalam dirinya mendorongnya untuk kembali tampil ke publik setelah melihat beberapa kenyataan yang menggetirkan. Lalu ia tuang dalam nada kritis Hutan Naggroe secara solo, ada Perempuan Perkasa, Untukmu di Jalan dan beberapa lagu lainnya sebagai bentuk keprihatinannya.
Simak lirik lagu Teng Paneng
Aleh but cit galak-galak leh cit meukarat
Abeh lampoh-lampoh jirat jipeugala
Hana pike jitimang, yang peunteng fee jih aman Abeh bak-bak kuburan jiboh tinja#
Bait-bait sentimental ini tentu saja tidak lahir begitu saja. Namun ini merupakan klimaks dari sebuah sudut pandang awam yang tidak terkontaminasi kebijakan dan kepentingan. Dan ini juga bukan tentang Hidup Loe Konten Gue, sebuah slogan produk. Anda mencermati, maka dapat.
Paduan simbi dan beberapa alat musik etnik lainnya membuat lagu yang bergenre balada ini mengajak kaki kita bergoyang sambil mendengar bait-bait yang justru menyentil, paradoks, tapi disitulah daya tariknya, apalagi ditambah suara khas Munzir yang serak.
Bang Gaes, ini julukan Maimunzir di sosmed yang kerap mengkiritisi beberapa keadaan yang menurutnya ‘sudah bukan lagi’. Dan di ujung Teng Paneng anda akan mendengar sapaan khasnya buat kita semua, gaees..
Sukses untuk Tim Teng Paneng, terus berkarya.
Komentar