Nanggroe.net, Aceh Utara |Keputusan Alih kelola blok B tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 76.K/HK.02/MEM.M/2021 tentang Persetujuan Pengelolaan dan Penetapan Bentuk dan Ketentuan-ketentuan Pokok Kontrak Kerja Sama pada Wilayah Blok B dengan Perusahaan BUMN Aceh adalah Prestasi yang gemilang dan patut diapresiasi semua pihak.
Namun sangat disayangkan pernyataan Direktur PT PEMA yang memutuskan menggandeng Perusahaan Nasional Swasta besutan Bakrie Grup dan penyataan merekrut SDM Tamatan Unsyiah Universitas Pertamina, Universitas Gadjah Mada, hingga Institute Teknologi Malaysia merupakan pernyataan yang melukai Masyarakat Kabupaten Aceh Utara selaku pemilik Wilayah Kerja.
Keputusan Menggandeng Perusahaan Swasta yang disampaikan merupakan kegagalan berfikir elit PT PEMA, Dinas ESDM bahkan BPMA karena dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 39 ayat (1) dan (2) Secara Clear dan Clean Menyebutkan bahwa Wilayah Kerja dikembalikan oleh kontraktor sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) dapat ditawarkan lebih dulu kepada BUMD sebelum ditawarkan sebagai wilayah terbuka, dengan mempertimbangkan Program kerja, kemampuan teknis dan keuangan BUMD sepanjangan Saham BUMD 100% (Seratus Persen) dimiliki oleh pemerintah Aceh.
Baca Juga:
Maksud daripada 100% Saham Pemerintah Aceh atau 100% Saham yang dimiliki BUMD Aceh dalam hal ini PT PEMA terhadap rencana pembiayaan K3S tersebut bersumber dari Pemerintah Aceh, bukan dari luar Aceh apalagi Perusahaan Swasta Nasional yang kadang pun memiliki Track Record Buruk dalam menjalankan Bisnis.
Maka ada beberapa hal yang Gagal dilaksanakan oleh PT PEMA pertama melibatkan perusahan Nasional dalam pengelolaan Migas Block B merupakan upaya yang massif dan sistematis dengan mengabaikan banyak masukan dari daerah termasuk Aceh utara sebagai pemilik hamparan dan kesannya ini ada permainan di tinggkat elit, karena Aceh Utara sendiri sampai saat ini belum pernah diajak diskusi dalam ruang bisnis real terhadap pengelolaan Block B Kedepan apalagi BUMD lain diseluruh Kebupaten Kota, kedua SK Menteri ESDM Nomor 76.K/HK.02/MEM.M/2021 tentang persetujuan Pengelolaan dan Penetapan Bentuk Ketentuan Ketentuan pokok Kontrak Kerjasama Pada Wilayah Block B yang ditandatangani Menteri ESDM Arifin Tasrif Mengkangkangi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh dan seharusnya ini juga merupakan Kegagalan Berfikir BPMA dalam menganalisa dan Mengevaluasi Proposal Pengajuan Kontrak dari PT PEMA karena secara nyata.
Direktur PT PEMA Mengungkapkan dihadapan Publik bahwa kedepan Pengelolaan Block B Akan Mengandeng Perusahaan Luar, bila PT PEMA tidak sanggup bermitra dengan BUMD Lokal atau Pengusaha Lokal harusnya BPMA Merekomendasikan kepada Menteri ESDM untuk dilelang secara terbuka.
Zubir.HT Anggota DPRK Aceh Utara Fraksi NasDem menyampaikan “Saya bukan ahli hukum dan Migas, saya sebagai wakil rakyat yang berada di Wilayah Kerja Block B sangat menyesalkan sikap pemerintah Aceh yang sangaja tidak All Out memikirkan Kedaulatan Migas ini, harusnya Pengelolaan Migas ditangan Aceh adalah Awal Menuju Kesejahteraan Aceh Kedepan dengan melakukan Join Operasional Bersama BUMD Seluruh Kabupaten Kota yang ada di Aceh atau melibatkan Pengusaha lokal Aceh, kalau yang dimaksud kedaulatan Migas tetapi dikelola oleh Perusahaan Luar Aceh maka hal tersebut lebih buruk daripada dikelola BUMN, apalagi bocoran skema bagi hasil yang ditawarkan PT PEMA lebih rendah yaitu 49% K3S dan 51% Untuk Pemerintah sedangkan saat PT PHE Skema nya 70% Pemerintah dan 30% Kontraktor artinya akan sangat berdampak pada Proses Bagi Hasil Migas nantinya”
Baca Juga:
Terkait Ibu Melahirkan Dalam Pempers, Ombudsman : Nakes Harus Diberi Sanksi
Selain itu dalih kemampuan keuangan daerah rendah dalam hal pendanaan pengelolaan block B adalah pernyataan yang sesat, kebutuhan Bonus tanda tangan Kontrak (Signature Bonus) 2 Juta dollar atau sekitar 40 Milyar dan Komitmen Pasti (Firm Commitmen) serta Performa Born (jaminan pelaksanaan) dapat dibayarkan dengan dua cara yakni pembayaran tunai atau pencairan jaminan penawaran sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 30 Tahun 2017, selain itu Metode yang diterapkan untuk Pengelolaan Migas oleh Pemerintah masih menganut system Cost Recovery yang bermakna biaya operasi atau dana talangan akan dikembalikan oleh pemerintah dalam periode tertentu selama cadangan migas bersifat ekonomis, artinya apabila menggunakan modal dalam daerah pengembaliannya tidak akan membutuhkan waktu lama.
Terhadap dinamika tersebut, zubir mengajak seluruh elemen untuk mencermati kembali kebijakan PT PEMA sebelum tanda tangan kontrak pengalihan berlangsung dan juga menghimbau DPRA agar mengamati dan mempelajari cara pengelolaan Migas di luar daerah, sehingga pengelolaan Block B kedepan ditangan Pemerintah Aceh akan memberi mamfaat terutama kepada pemerintah kabupaten Aceh utara yang termasuk sebagai salah satu kabupaten termiskin di Aceh.
“Saya juga menyarankan pemkab Aceh Utara untuk lebih pro aktif memperjuangkan kepentingan masyarakat di lingkungan perusahaan serta kepentingan daerah karena selama ini PAD Aceh Utara masih berada diposisi sedang dan menuju Rendah, serta berharap elemen sipil di Aceh utara untuk menyuarakan hal yang sama terhadap kepentingan Aceh Utara, apabila Aceh Utara belum dipanggil dalam ruang pembahasan bisnis riil dalam pengelolaan bersama block tersebut agar tidak surut dan terus berjuang dengan langkah-langkah yang persuasive atau lainnya” Tutup Zubir
Komentar