BANDA ACEH | Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Bersama Lembaga Wali Nanggro mendesak Pemerintah Pusat melalui Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) untuk berkoordinasi dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Tanah Rencong secepatnya.
Hal tersebut disampaikan Wali Nanggro Teungku Malik Mahmud Al-Haythar bersama Ketua DPR Aceh Saiful Bahri (Pon Yahya) saat menyerahkan data para korban pelanggaran HAM berat Aceh ke Mahfud MD di kantor Kementerian Hukum dan Ham di Jakarta,Kamis 02 Maret 2023.
Ketua DPR Aceh Saiful Bahri menjelaskan,pihaknya telah bertemu langsung dengan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Mahfud MD dijakarta dan menyerahkan seluruh data korban kekerasan HAM berat Aceh dikantor nya,” kata nya.
Baca Juga : YARA Somasi Pj Walikota Lhokseumawe Untuk Buka Penutup Akses Jalan Waduk Pusong
“Alhamdulillah kita disambut baik oleh bapak Mahfud MD dan banyak hal kita telah membicarakan nya terkait sejumlah pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Aceh,” ujarnya
Wali Nanggro Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar meminta tim PPHAM tetap berkoordinasi dengan KKR Aceh supaya singkron tidak ada terjadi persoal nanti nya,” ungkap Wali Nanggro Aceh
“Sebaiknya Presiden melalui tim yang sudah dibentuk (PPHAM) tetap berkoordinasi dan mengambil data dari KKR Aceh agar tidak muncul permasalahan baru di kalangan korban HAM di Aceh,” pintanya
Saiful Bahri menyampaikan, pihaknya sangat menyambut baik apa yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo terkait 12 pelanggaran HAM berat di Indonesia dan tiga di antaranya ada di Aceh.
Adapun tiga kasus pelanggaran HAM berat di Aceh yang telah diakui Presiden itu yakni peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, dan kejadian di Jambo Keupok Aceh Selatan 2003.
“Namun yang perlu diketahui sebenarnya bukan tiga saja kasus pelanggaran HAM berat di Aceh. Tetapi tiga kasus itu memang berkasnya sudah di Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, KKR Aceh selama ini sudah melakukan pendataan dan rekomendasi lebih kurang sekitar 5.200 korban yang harus dimasukkan dalam skema reparasi komprehensif baik secara individual maupun komunal.
Karena itu, koordinasi tersebut penting sekali dilakukan, sehingga nantinya tidak terjadinya miskomunikasi antara tim yang dibentuk oleh pemerintah pusat dengan kerja KKR Aceh sebagai lembaga resmi bentukan pemerintah Aceh pendataan korban HAM masa lalu di Aceh.
Tak hanya dengan KKR, lanjut Saiful Bahri dirinya juga mengharapkan tim PPHAM melakukan komunikasi dengan lintas sektoral termasuk dengan turun ke lapangan langsung terkait dengan hasil kajian atau data apa yang ingin diambil mengenai pelanggaran HAM berat di Aceh.
“Nah, KKR sendiri juga sudah turun ke lapangan melakukan validasi data yang dibantu juga oleh BRA (Badan Reintegrasi Aceh),” Tutupnya.
Komentar