NANGGROE.MEDIA – Puluhan ribu minoritas muslim Rohingya, yang dikhawatirkan terjebak di tengah pertempuran di Myanmar barat, tidak punya tempat untuk melarikan diri, kata kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa, 18 Juni 2024.
Tentara Arakan, yang memperjuangkan otonomi untuk negara bagian Rakhine di Myanmar, mengatakan pada Ahad malam, 16 Juni lalu bahwa penduduk kota Maungdaw harus meninggalkan kota tersebut paling lambat pukul 21.00 malam waktu setempat, menjelang sebuah serangan yang direncanakan.
Seperti dilansir dari Tempo.co, kota Maungdaw tersebut sebagian besar dihuni oleh para etnis Rohingya.
“Saya sangat prihatin dengan situasi di Maungdaw. Tentara Arakan akhir pekan ini memberikan peringatan kepada seluruh penduduk yang tersisa-termasuk sebagian besar penduduk Rohingya-untuk mengungsi,” kata komisioner tinggi HAM PBB Volker Turk kepada Dewan HAM PBB di Jenewa, seperti dikutip Reuters.
Turk melanjutkan, “Tetapi warga Rohingya tidak punya pilihan. Tidak ada tempat untuk melarikan diri.”
Rohingya telah menghadapi persekusi di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha selama beberapa dekade.
Hampir satu juta dari mereka tinggal di kamp pengungsi di distrik perbatasan Cox’s Bazar Bangladesh setelah melarikan diri dari serangan dan penganiayaan militer Myanmar di Rakhine pada 2017.
Serbuan Tentara Arakan di Maungdaw merupakan yang terbaru dari rangkaian serangan gencar kelompok pemberontak selama beberapa bulan terakhir melawan junta militer Myanmar, yang melancarkan kudeta pada Februari 2021 terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Sekitar 70 ribu warga Rohingya di Maungdaw terjebak ketika pertempuran semakin dekat, kata Aung Kyaw Moe, wakil menteri HAM di pemerintah persatuan nasional bayangan, kepada Reuters pada Senin.
“Kami tidak punya tempat tujuan, tidak ada zona aman, tidak cukup makanan dan kebutuhan dasar,” kata seorang warga Maungdaw yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
“Jika mereka memaksa kami pergi, kami tidak punya tempat untuk bermigrasi.”
Anggota parlemen dari Asia Tenggara yang tergabung dalam kelompok Asian Parliamentarians for Human Rights (APHR) bulan lalu menyerukan PBB, ASEAN dan komunitas internasional untuk segera mengambil tindakan guna mencegah pembunuhan massal terhadap warga Rohingya yang dikepung di Rakhine.
“Komunitas internasional harus bertindak cepat untuk mencegah hilangnya nyawa dan potensi genosida,” kata Ketua Parlemen APHR dan anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Mercy Chriesty Barends, dikutip dari keterangan tertulis.
Pada 2019, Gambia menyeret Myanmar ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan melanggar Konvensi Genosida. Kemudian pada Januari 2020, ICJ mengeluarkan perintah sementara yang memerintahkan Myanmar untuk mencegah semua tindakan genosida terhadap Rohingya.
Sumber : Tempo.co
Komentar