Mahasiswa Pase, GEUM : Pusat Jangan Permainan MOU Helsinki 

ACEH, NANGGROE.MEDIA – Sejarah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang terbangun sebagai bentuk protes kekecewaan Aceh terhadap Republik Indonesia (RI). Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Deklarasikan oleh Tgk Hasan Di Tiro pada 4 Desember 1976 di Gunung Halimon, Pidie dan berakhir di meja perundingan.

Memorandum of Understanding (MoU) kesepakatan antara GAM dengan RI di Helsinki Finlandia pada 15 Agustus 2005 menandai akhir konflik bersenjata, walaupun sudah 19 tahun berdamai Nota kesepahaman belum terjalankan sepenuhnya banyak butir-butir MoU belum terealisasikan.

Berdasarkan Nota kesepahaman MoU Helsinki, Aceh diberikan wewenang khusus untuk mengatur dan menjalankan pemerintahan secara mandiri dalam batas-batas tertentu sebagai mana yang sudah tertuang dalam UU No 11 Tahun 2006.

Status khusus Aceh yang diperoleh di antaranya diperbolehkan Aceh memiliki Partai Politik Lokal, Lambang, Bendera, dan Lagu Daerah yang diberlakukan khusus di Aceh.

Pada 25 Maret 2013, Pemerintah Aceh bersama dengan DPR Aceh telah mengesahkan Qanun No 2 Tahun 2013 tentang Penetapan Bendera dan Lambang Aceh. Setelah di sahkan Bendera dan Lambang Aceh, sempat menuai kontroversi dari Pemerintahan Pusat.

Namun pada 10 Desember 2007 Pemerintah Pusat mengeluarkan PP No 77 Tahun 2007 yang ber regulasi cara penetapan Bendera, Lambang, dan Himne daerah memiliki persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan Bendera, Lambang, dan Himne Organisasi terlarang atau Organisasi/Perkumpulan/Lembaga/Gerakan Separatis dalam Kesatuan Negara Indonesia.

Nasib Bendera Aceh hari ini belum jelas Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat sempat beberapa kali menggelar pembahasan terkait bendera yang telah di sahkan oleh DPR Aceh namun tidak mencapai titik kesepakatan sehingga terjadi Colling Down.

“Sudah 19 Tahun Damai dan antusias Masyarakat Aceh masih baik dalam menjaga perdamaian, jangan jadikan Bendera Aceh sebagai pemecah belah masyarakat Aceh, NYAN BULEN BINTANG KEN KAMENG HITAM” ujar Khussyairi atau akrab di sapa (SIGEUM) selaku Mahasiswa Pasee

Pemerintah Aceh harus mengambil langkah Maju dan Tegas untuk penyelesaian Bendera Aceh. Bendera Bulan Bintang yang telah di sahkan oleh DPR Aceh, sampai sekarang belum bisa di kibarkan.

Qanun Bendera telah disahkan dan ditetapkan di dalam lembar Daerah,Penetapan Bulan Bintang sebagai Bendera Aceh sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku kata saiful bahri atau lebih dikenal pon yahya selaku Ketua DPR Aceh pada masa itu ke beberapa media berita.

“Sekarang Bendera Aceh dianggap Bendera Separatis, di saat masyarakat Aceh mengenakan atau dikibar di publik maka akan muncul kontroversi atau dianggap menentang Negara Republik Indonesia, Pusat harus menjaga Nota Kesepahaman MoU jangan coba coba untuk mengintervensi Pemerintah Aceh atau Elemen Masyarakat, karna itu akan memunculkan kemarahan Masyarakat Aceh”, Ujarnya

Pemerintah Pusat harus menjaga kestabilan dan keamanan perdamain dengan menghargai Butir-butir MoU Helsinki, bila Pusat mencoba untuk mempermainkan dan menghambat jalannya MoU maka itu kesalahan yang besar.

Untuk menjaga perdamain yang telah di sepakati maka Pemerintah Aceh harus lebih Tegas dalam merealisasikan Butir-butir MoU Helsinki dan Pemerintah Pusat juga harus lebih Akuntabel dan Fleksibel dalam proses berjalannya Nota Kesepahaman MoU Helsinki karna bila itu dipermainkan bukan tidak mungkin Masyarakat Aceh akan mengangkat senjata kembali.

Komentar