Nanggroe.net, Banda Aceh | Direktur Koalisi NGO-HAM Aceh, Zulfikar Muhammad memberi pandangannya terkait terdamparnya etnis Rohingnya pada 22 Juni 2020 lalu di Aceh.
Saat ini, mereka sudah di tampung di shelter bekas kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe, kawasan Penteut, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe.
Dalam pandangannya, Ia mengatakan bahwa penyebab terdamparnya para etnis Rohingya di Aceh yaitu faktor letak geografis laut yang berdekatan dengan tempat Negara asal mereka Mynamar walau tujuan Rohingnya sebenarnya bukan untuk datang ke Aceh.
Baca Juga : Koaliasi NGO HAM Aceh Bebaskan 8 Kader LMND yang Diamankan Polresta Banda Aceh
“Tujuan mereka (Rohingnya) bukan ke Aceh, tetapi ke Australia dan Malaysia, cuman letak geografis kita yang dekat maka mereka singgah dulu ke Aceh,” Katanya di acara HNN (Haba Nanggroe.net) dengan tema ‘Rohingnya di Aceh Mau di Bawa Kemana?’ pada Selasa (7/7).
Tidak hanya itu, Zulfikar juga menambahkan faktor lain penyebab terdampar etnis Rohingnya ke Aceh yakni terpengaruh dengan arus air laut yang memang di bulan 6 sampai bulan 12 air lautnya ke arah wilayah Aceh
“Karena mau sampai ke Negara tujuan mereka (Australia dan Malaysia) maka harus melewati dulu Indonesia atau Aceh sebelum sampai kesana,” tuturnya
Kemudian, Ia meminta kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh khususnya untuk membuat sebuah skema yang dinamakan Contingency Plan (refugee situations) untuk mengantispasi datangnya tiba-tiba pengungsi Rohingnya.
“Contingency Plan atau refugee ini sama seperti tanggap darurat, jadi pemerintah sudah menyiapkan anggaran dan perencanaan untuk mengantisipasi datangnya tiba-tiba pengungsi etnis Rohingnya,”, Imbuhnya
Lanjutnya, walaupun Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menampung para pengungsi karena bukan negara anggota Konvensi Pengungsi 1951, Namun skema Contingency Plan tetap untuk dapat direncanakan.
“Kita malu menolak kedatangan pengungsi Rohingnya, karena adat istiadat laut kita di Aceh siapa saja yang terdampar di lautan itu wajib kita bantu, jadi ini untuk menjaga marwah Aceh sebagai pemilik adat Panglima Laut,” tandasnya.
Maka dari itu, Contingency Plan ini bisa untuk mengantisipasi datangnya kembali pengungsi etnis Rohingnya di Aceh, walau daya tahan penampung pengungsi itu kembali kepada Pemerintah seberapa sanggup untuk menampung.
“Dengan adanya Contingency Plan pemerintah tidak perlu lagi repot-repot mencari kebutuhan atau keperluan para pengungsi karena di dalamnya sudah diatur perencanaan kebutuhan hidup para pengungsi,” ujarnya.
“Walau demikian penganggarannya kembali kepada pemerintah daerah seberapa sanggup mereka menampung para pengungsi,” ucapnya
Komentar