Seruan Aksi Didelik UU ITE, Polresta Ambon Dinilai Kangkangi Edaran Kapolri

Nanggroe.net, Lhokseumawe| Penangkapan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ambon, Risman Soulissa (RS) dinilai menuai kontroversi dikalangan publik.
Pasalnya, Risman diiamankan oleh aparat kepolisian Polresta Ambon dikarenakan postingannya di akun medsos seruan ‘Copot Presiden Jokowi’ pada 25 Juli 2021 lalu.

Atas dasar itu, Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara mengecam atas penangkapan Risman yang dinilai tidak sesuai prosedural hukum.

“Kita sangat menyangkan penangkapan Aktivis HMI Ambon ‘Risman’, yang cacat prosedur hukum, anehnya seruan copot jabatan presiden itu bagian dari kritik dan kemerdekaan berpendapat yang dilindungi oleh konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan, tapi malah ditangkap dan dijerat UU ITE, ini sama sekali menciderai aturan yang berlaku,” kata Muhammad Fadli, Ketua Umum terpilih/Formatuer HMI Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara, dalam keterangan persnya, Rabu (28/07/2021) sekira pukul 13.00 WIB

Dikatakan Fadli, insiden tersebut juga terkesan Polresta Ambon melampaui wewenangnya selaku bagian dari Insitusi Polri, dan tidak mencerminkan polisi sebagai mitra masyarakat.

“Karena seharusnya, aparat kepolisian harus bisa melihat dan memilah, mana dinamakan kritik, masukan dan pendapat, mana yang dinamakan ujaran kebencian, dan Polresta Ambon sudah memberikan stigma buruk terhadap institusi kepolisian,” pungkas Muhammad Fadli yang juga pemerhati hukum asal Aceh.

Selain itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia juga telah mengeluarkan SE POLRI No.SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Isi surat edaran itu salah satunya meminta penyidik polisi mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.

Baca Juga :

Kapolda Aceh Resmi Buka Pendidikan Pembentukan Bintara Polri TA 2021

“Namun SE dari orang nomor satu dikepolisian malah diabaikan oleh Polresta Ambon, dan tidak mengedepankan azas Ultimum remedium (Hukum pidana sebagai langkah terakhir dalam menyelesaikan permasalahan hukum) dalam penyelesaian perkara sahabat kami Risman,” terang Fadli.

Ia juga sangat kecewa, padahal SE tersebut juga memberikan ruang kedua belah pihak untuk terlebih dahulu bermediasi.
“Tapi Polresta Ambon malah mengedepankan sikap arogansi wewenang, bukannya mematuhi edaran Kapolri,” sambungnya.

Kejadian itu juga, dinilainya membuat kepastian hukum di Indonesia menjadi buram, dan keadilan bagi masyarakat menjadi terbunuh.

Fadli juga meminta, agar Kapolresta Ambon membebaskan Risman dari jeratan hukum.
“Karena dengan alasan SE Kapolri itu, kami minta rekan kami dibebaskan, karena Risman bukan penjahat, tapi dia pejuang demokrasi di pulau Ambon,” tegasnya

Ia juga berharap kasus ini menjadi Atensi Kapolri, slogan Presisi Kapolri harus di ikuti dan diteladani oleh seluruh jajaran Kepolisian Republik Indonesia, dimana pendekatan Restorative justice lebih diutamakan dalam menyelesaikan permasalahan hukum.

” Dan Azas Ultimum Remedium lebih diutamakan daripada Premium Remedium,” Tutup Muhammad fadli Ketua Umum terpilih/Formatuer HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara.

Laporan : Arwan

Komentar