Nanggroe.net, Jakarta | Pandemi yang diakibatkan oleh hadirnya Covid-19 masih juga belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya penularannya bahkan di perparahkan lagi dengan munculnya virus jenis baru yang pertama sekali terdeteksi di Inggris.
Menurut data terbaru, AFP melansir, badan kesehatan dunia (WHO) menyebut bahwa varian baru COVID-19 yang pertama kali ditemukan di Inggris pada 25 Januari telah menyebar ke 70 negara di semua wilayah di dunia.
Varian yang dikenal sebagai VOC 202012/01 atau B.1.1.7, menurut dinilai WHO telah terbukti menularkan lebih mudah ketimbang varian virus sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari data terakhir yang diperoleh WHO yang mengatakan bahwa virus berjenis baru ini telah menyebar ke 10 negara lagi dalam kurun waktu seminggu terakhir.
Baca Juga : Kabar Duka, Ketua DPW PNA Aceh Tamiang Meninggal Dunia
Mutasi, dinilai WHO sebagai sifat alamiah dari suatu virus. Hal itu terjadi ketika mereka berupaya mereplikasi guna beradaptasi dengan lingkungan mereka. Hingga kini para ilmuwan pun telah melacak beberapa mutasi virus Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19.
Seperti dilansir dari Kumparan.com, Meski sebagian besar mutasi tidak terlalu penting, tetapi WHO mendesak kepada negara dunia untuk secara aktif bekerja dalam meneliti dan menemukan mutasi yang mungkin secara signifikan dapat mengubah virulensi atau penularan virus terhadap manusia atau makhluk hidup lainnya.
Varian lainnya dari Sars-CoV-2 adalah kasus varian 501.V2 yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada bulan Oktober. WHO mengatakan pada Rabu (27/1) bahwa varian jenis tersebut kini diketahui telah menyebar ke 31 negara.
Seperti varian virus yang berkembang di Inggris, varian jenis ini juga memiliki mutasi pada protein lonjakannya -bagian dari virus yang menempel pada sel manusia dan membantunya menyebar-. Hal itu juga yang membuatnya berpotensi lebih menular daripada jenis virus lain.
“Tetapi penelitian juga menunjukkan bahwa varian ini kurang rentan terhadap netralisasi antibodi,” kata WHO.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa varian tersebut dapat menimbulkan risiko infeksi ulang yang terbilang tinggi dan juga dapat menghambat keefektifan vaksin COVID-19 yang jumlahnya terus meningkat saat ini.
Baca Juga : Warga Konsul Minta Masuk PKH, Geuchik Ampeh ” Menye Jeut, Syara kuh Ile Ku Peutameng”
WHO mengatakan lebih banyak penelitian diperlukan, tetapi menekankan bahwa penelitian observasi di Afrika Selatan tidak menunjukkan peningkatan risiko infeksi ulang.
WHO mengatakan varian ketiga dari virus tersebut juga ditemukan di Brasil. Saat ini total ada delapan negara yang menjadi lokasi penyebaran virus jenis baru itu.
Varian itu, yang disebut P1, telah menimbulkan kekhawatiran serupa bahwa virus tersebut dapat lebih menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah.
“Studi lebih lanjut diperlukan untuk menilai apakah ada perubahan dalam penularan, tingkat keparahan atau aktivitas penetral antibodi sebagai akibat dari varian baru ini,” kata WHO.
Komentar