Aceh Kaya, Rakyat Sengsara

Aceh merupakan provinsi paling ujung Sumatera, menurut sejarah yang ada, Aceh dulunya dikenal dengan salah satu daerah terkaya dan makmur pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda, tetapi pada saat zaman modern ini Aceh seperti orang kaya yang sedang di penjara tanpa bisa berbuat apa pun, sehingga pada saat ini masyarakat Aceh hidup berkecukupan dan semakin sengsara, akan tetapi para penguasa daerah semakin hari malah semakin kaya raya.

Seperti yang di ketahui, Provinsi Aceh dikenal dengan sebutan serambi Mekkah dan melekat dengan syariat Islamnya. Sejarah mencatat bahwa Aceh merupakan salah satu kerajaan terbesar di Asia Tenggara pada masanya Iskandar Muda, dan Aceh merupakan pintu masuk penyebaran agama Islam di Indonesia. Masuknya Islam ke Aceh berpengaruh terhadap berdirinya beberapa Kerajaan Islam salah satunya Kerajaan Aceh Darusalam.

Kerajaan Aceh Darussalam juga disebut dengan Kerajaan Aceh dan Kesultanan Aceh. Berdirinya Kerajaan ini pada saat menjelang keruntuhan dari Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini mengalami puncak masa kejayaan saat berada di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa Iskandar muda Aceh dikenal sebagai daerah termasyhur pada masa itu.

Jadi apa Aceh kaya pada saat ini. Aceh memang kaya, bisa dikatakan sebagai salah satu daerah yang terkaya di Indonesia dengan sumber daya alamnya, dari sumber daya alam yang ada di daratan seperti emas, perak, tembaga, uranium, hasil hutan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Bukan hanya itu, sumber daya alam yang ada di lautan pun juga melimpah seperti minyak, ikan-ikan, wisata, dan masih banyak lagi. Sehingga Aceh bisa dikatakan sebagai daerah modal terbesar bagi bangsa Indonesia. Baik dari segi pandang perjuangan kemerdekaan maupun dari segi sumber daya alamnya.

Jadi, dari kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah Aceh, apakah masyarakat Aceh juga ikut kaya, sedangkan sebagian besar masyarakat Aceh masih dikategorikan sebagai kelas menengah ke bawah atau rakyat miskin.

Jadi, mengapa masyarakat Aceh masih dikategorikan sebagai masyarakat miskin, sedangkan sumber daya alam yang kita miliki sangat melimpah dan apalagi ditambah dengan dana APBA yang di perolehi oleh pemerintah Aceh sangatlah besar. Memang Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah dan memiliki anggaran yang begitu besar, akan tetapi bukan rakyat miskin di Aceh yang merasakannya, melainkan para pemimpin-pemimpin rakyat dan para penguasa yang menduduki jabatan strategis di Aceh, yang bertujuan untuk mengambil sumber daya alam yang di miliki oleh Aceh, sedikit demi sedikit, waktu demi waktu, sumber daya alam yang ada di Aceh mulai menipis dikarenakan telah dikuras oleh para pemimpi-pemimpin dan penguasa yang rakus dengan harta.

Sejarah telah mencatat, betapa melimpahnya potensi kekayaan alam yang ada di Aceh, sehingga dengan nafsu dan keserakahan di bawah kendali oknum-oknum pemerintahan, baik yang duduk di pusat maupun di daerah, dengan memanfaatkan dan berlindung mereka lewat peraturan dan perundang-undangan yang mampu dibuat untuk kepentingan pribadi dan golongan kelompok tersebut, sementara apa yang bisa dinikmati oleh masyarakat Aceh, sehingga masyarakat hanya dapat menikmati jalan umum yang rusak, fasilitas umum yang tidak memadai, serta sarana pendidikan yang tidak efektif.

Jadi, apa yang harus di lakukan sebagai pemerintahan Aceh?
Semestinya para pemerintahan mengambil langkah penataan pengembangan potensi di daerah Aceh, serta berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, agar pengalaman pada masa lalu dalam pengelolaan potensi daerah Aceh yang hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok dari kejamnya para penguasa jangan sampai terulang lagi, dan di samping itu juga dalam rangka mengantisipasi timbulnya tuntutan serta protes masyarakat akibat kecemburuan dari pengelolaan yang belum menerapkan segi keadilan bagi masyarakat daerah Aceh.

Perlu adanya kesadaran dan tekad oleh semua pihak untuk mewujudkan daerah Aceh sebagai tempat tujuan investasi yang menyenangkan, aman dan terjamin di mana kondisi tersebut menimbulkan berbondong-bondongnya investor akan menanamkan modalnya di daerah Aceh.

Hal lain yang sangat penting juga diantisipasi oleh pemerintah pusat dalam penataan pengelolaan investasi tersebut adalah merubah paradigma penonton menjadi paradigma pelaku usaha agar masyarakat daerah tidak jadi penonton saja melainkan juga turut berperan aktif dalam pengelolaan investasi sesuai dengan peran dan kemampuan masing-masing.

Angka pengangguran yang cukup tinggi juga menjadikan daerah Aceh masih berada di bawah garis kemiskinan. Meski ada banyak sekali penyebab dan cara mengatasi pengangguran itu sendiri, namun kenyataan di lapangan bisa dibilang cukup parah.

Setiap tahun, Aceh selalu mencetak lulusan dengan angka yang tinggi. Hal ini berbanding jumlah lapangan pekerjaan yang disediakan yang disediakan oleh pemerintah.

Tak hanya itu, banyaknya pelamar pekerja yang gagal saat melamar pekerjaan memang membuat angka pengangguran menjadi bertambah tinggi. Tidak sedikit dari mereka yang mencari tips interview atau wawancara kerja agar bisa lolos dalam seleksi wawancara yang dilakukan.

Namun, tidak sedikit pula yang masih tetap gagal melakukan beberapa tips tersebut. Tak heran, jika jumlah pengangguran yang ada di daerah Aceh juga semakin tinggi.

Banyak Masyarakat daerah Aceh yang Memiliki Tingkat Pendidikan Rendah. Meski telah dilakukan wajib belajar 12 tahun, namun tidak sedikit masyarakat Aceh yang tidak lulus SMA. Bahkan, tidak sedikit juga dari mereka yang tidak lulus pendidikan dasar. Padahal, tidak sedikit perusahaan yang mensyaratkan pendidikan minimal SMA atau sederajat.

Pendidikan yang rendah juga membuat masyarakat Aceh memiliki tingkat kemampuan yang rendah pula. Hal ini yang membuat mereka tidak memiliki kompetensi untuk bisa bersaing di zaman yang semakin modern ini.

Sebagai masyarakat Aceh terkhusus para pemuda Aceh, harus banyak belajar, banyak mencari pengalaman, dan banyak berlatih. Sehingga pada zaman modern ini Aceh bisa memiliki sumber daya manusia yang sangat berkualitas, sehingga sumber daya alam yang dimiliki oleh Aceh bisa di kelola oleh putra daerahnya sendiri dan dipegang oleh orang yang tepat tanpa merugikan masyarakat.

Oleh: Irwan
Mahasiswa Ilmu Politik UIN AR-Raniry & Siswa Sekolah Kita Menulis.

Isi tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Komentar