NANGGROE.MEDIA | Berita tragis terkait serangan Israel terhadap warga Palestina terus mengalir deras, dengan laporan terakhir Al Jazeera yang menyebutkan bahwa 700 warga Palestina di Gaza telah meninggal dunia dalam serangan Israel yang brutal selama 24 jam terakhir pada 1 Desember 2023.
Serangan ini tidak hanya menargetkan militer tetapi juga merenggut banyak korban sipil, termasuk anak-anak, perempuan, dan orang dewasa. Indonesia, sebagai negara yang selalu menunjukkan komitmen tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan, tidak bisa berdiam diri melihat penderitaan rakyat Palestina.
Berbagai serangan Israel telah mengejutkan dunia dengan jumlah korban jiwa yang terus bertambah. Ratusan bahkan ribuan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, telah kehilangan nyawa mereka akibat serangan ini.
Selain itu, puluhan ribu pengungsi yang melarikan diri dari rumah mereka menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam. Luka-luka fisik dan trauma psikologis yang dialami oleh korban juga harus diperhitungkan.
Genosida berkepanjangan Israel pada rakyat Palestina telah mengoyak kedamaian dan rasa kemanusiaan kita. Sehingga wajib saya rasa, jika dikatakan bahwa bahwa Israel adalah “Teroris Kemanusian”.
Dalam menghadapi situasi ini,Kita sebagai Bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menunjukkan belas kasihan dan solidaritas terhadap rakyat Palestina yang menderita. Berdasarkan komitmen pada Pancasila, Indonesia harus mengambil tindakan tegas dan bijaksana dalam menyikapi konflik ini, sejalan dengan prinsip kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial.
Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, memiliki komitmen penuh terhadap kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Oleh karena itu, penjajahan dan agresi terhadap negara-negara lain harus dihapuskan. Dalam konteks konflik Israel-Palestina, Indonesia secara tegas menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.
Dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, disebutkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Oleh karena itu, membela Palestina dalam konflik ini bukan hanya tugas politik, tetapi juga amanah moral yang harus diemban oleh negara.
Upaya diplomatik adalah kunci dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Indonesia, yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI), memiliki kekuatan politik yang signifikan. Dalam konteks ini, OKI dapat menjadi wadah untuk mendesak dan memobilisasi dukungan internasional guna meredakan konflik.
Indonesia juga harus memanfaatkan keanggotaannya dalam Gerakan Non-Blok dan jejaring diplomatiknya untuk menggalang dukungan dunia internasional. Mendorong negara-negara di GNB untuk mengutuk dan menghentikan agresi Israel menjadi langkah nyata yang bisa dilakukan oleh Indonesia.
Politik bebas aktif, yang menjadi landasan dasar diplomasi Indonesia, harus diimplementasikan secara efektif dalam menangani konflik ini. Diplomasi kemanusiaan dan perdamaian harus menjadi fokus utama Indonesia, menjadikannya sebagai juru damai atau peace maker dalam menyelesaikan konflik antara Palestina dengan Israel.
Serangan Israel terhadap Palestina mengharuskan Indonesia untuk bertindak dengan cepat dan bijaksana. Melalui diplomasi kemanusiaan dan politik bebas aktif, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam meredakan konflik dan menyuarakan keadilan untuk rakyat Palestina yang menderita. Opini ini bukan hanya panggilan untuk tindakan, tetapi juga sebuah peringatan bahwa Indonesia, sebagai negara besar dengan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, memiliki peran moral untuk dimainkan dalam menjaga perdamaian dunia.
kemudian, sikap Indonesia yang ditekankan sebagai keberpihakan menjadi posisi yang eksplisit, namun media diharapkan dapat menyajikan konten yang informatif sebagai sumber berita. Pendekatan pemberitaan cenderung melibatkan konflik dalam kerangka agama, akhirnya memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pertikaian agama antara Islam dan non-Islam, sebagaimana tercermin dalam data hasil survei.
Data hasil jajak pendapat masyarakat seharusnya menjadi acuan bagi negara dan lembaga media untuk menyajikan berita yang seimbang dan menghindari konten yang bersifat provokatif. Hal ini penting karena jarang diungkapkan bahwa konflik tersebut sebenarnya melibatkan Israel dan Hamas.
Dalam wilayah Palestina, terdapat dua faksi dengan pandangan politik yang berbeda, yaitu Hamas dan Fatah. Kedua kutub politik ini sering terlibat dalam konflik, yang pada akhirnya dapat memengaruhi dinamika politik Palestina secara menyeluruh.
Oleh : Alga Mahate Ara, S.H.
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Komentar