Nanggroe.net | Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merupakan gangguan saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh virus SARS CoV-2 dan telah menjadi pandemi di seluruh dunia. Sebanyak 80% infeksi Covid-19 diketahui tanpa gejala (asimptomatis) maupun dengan gejala ringan, 15% gejala sedang yang membutuhkan oksigen dan 5% gejala berat yang membutuhkan ventilator/alat bantu nafas. (WHO.2020)
Penularan virus dapat melalui droplet dan udara dari seseorang terinfeksi Covid-19 saat batuk, berbicara, bersin dan bernafas . Gejala klinis yang sering muncul yaitu panas tinggi (>37,5˚C), bersin, sesak napas dan batuk kering. Gejala klinis lain yang mungkin muncul pada pasien diantaranya adalah diare, berkurang atau hilangnya indera penciuman dan kerusakan paru-paru yang ditunjukkan dari pemeriksaan foto dada (rontgen thorax).
Berkembangnya virus Covid-19 dengan sangat pesat membuat masyarakat terus merasakan cemas berlebihan dan selalu merasa was-was. Oleh karena itu, pemerintah dan tenaga medis di seluruh dunia terus berusaha mencari dan membuat vaksin sebagai langkah pencegahan tersebarnya virus Covid-19. Saat ini telah ditemukan beberapa jenis vaksin Covid-19 (seperti Sinovac, Novovac, Astrazeneca, Pfizer). Vaksin Sinovac merupakan salah satu vaksin yang telah beredar di Indonesia.
Masyarakat di seluruh dunia berharap mendapatkan vaksinasi COVID-19 secepatnya. Di Indonesia vaksinasi sudah dilaksanakan pada beberapa institusi. Program ini dikhususkan pada Tenaga Kesehatan, Aparatur Negara (TNI/POLRI) dan kini secara berangsur diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Pentingnya vaksinasi Covid-19 dalam upaya pencegahan penularan Covid-19 dan pembentukan antibodi terhadap virus Covid-19, tidak dapat dipahami dan diterima oleh sebagian masyarakat. Hal ini terjadi akibat beredarnya berita bohong (hoaks) di kalangan masyarakat. “Vaksin Covid-19 mengandung chip yang dapat melacak orang yang telah divaksinasi” atau “Vaksin Sinovac memiliki efek samping berbahaya” merupakan berita bohong (hoaks) yang beredar luas di media sosial maupun dari mulut ke mulut yang membuat masyarakat gelisah terhadap program vaksinasi itu sendiri.
Kurangnya informasi dan seringnya terpapar hoaks dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada masyarakat. Sehingga menimbulkan gejala-gejala yang sebenarnya bukan hasil dari reaksi vaksin itu sendiri yang dikenal sebagai efek psikosomatisasi atau efek samping palsu seperti lemas, sakit kepala, mual, pusing berputar.
Apa itu Kecemasan?
Kecemasan adalah perasaan takut yang disebabkan oleh faktor stimulus dari luar ataupun dari dalam diri. Gejala kecemasan dapat timbul baik secara akut maupun kronik (menahun), diperkirakan jumlah yang menderia gangguan kecemasan mencapai 5% dari jumlah penduduk dengan perbandingan antara wanita dan pria adalah 2 banding 1.
Kecemasan diatur bagian otak yaitu Amygdala atau pusat rasa cemas dan juga memori manusia. Amygdala yang bekerja berlebihan dapat mengaktifkan sistem saraf otonom secara aktif yang membuat seseorang dalam keadaan waspada. Amygdala yang terlalu aktif akan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, jantung berdebar, gelisah, keringat dingin, sesak napas, gangguan pada lambung (terasa seperti naik asam lambung), gangguan pencernaan, diare dan sulit tidur.
Tidak semua orang mengalami stressor psikososial akan mengalami gangguan cemas, orang dengan kepribadian cemas lebih rentan mengalami cemas. Kecemasan meningkat selama pandemi. Banyak orang yang merasa gelisah karena mendapatkan informasi secara berlebihan tentang Covid-19 bahkan tanpa disaring terlebih dahulu. Akibatnya seseorang terus menerima berita tentang Covid-19 baik itu berita benar maupun berita salah. Kondisi ini dapat berdampak pada masyarakat. Banyak masyarakat yang merasa mengalami gejala Covid-19 (demam, sakit tenggorokan dan lainnya) walaupun tidak terinfeksi. Oleh karena itu, diperlukan beberapa sikap untuk mengatasi rasa cemas tersebut.
Cara Mengatasi Cemas Berlebihan
Untuk mengatasi rasa cemas berlebihan terhadap suatu isu, seseorang seharusnya melakukan beberapa sikap yang dapat mengurangi rasa cemas tersebut, diantaranya:Kenali Sebab 1. 1.
- Cemas BerlebihanDi tengah wabah ini, kecemasan merupakan emosi yang normal dirasakan oleh setiap individu. Rasa cemas terkadang diartikan sebagai mekanisme pertahanan diri. Namun, jika berlebihan justru akan membuat diri menderita. Untuk itu, kita perlu menyadari dan memahami bahwa diri kita tengah merasa cemas dan berusaha agar dapat mengendalikannya. Cobalah untuk fokus pada kondisi yang dirasakan saat ini tanpa harus memikirkan hal lain. Ketahui bagaimana tubuhmu bereaksi terhadap kecemasan, kemudian lepaskan rasa tegang dari dirimu.
2. Sociall Media Distancing
3. Carii Informasi Terpercaya dan Hindari Hoaks
Selama pandemi ini, kita dianjurkan untuk membatasi melakukan kegiatan di luar. Meski begitu, cobalah untuk tetap melakukan komunikasi dengan orang lain melalui telepon. Cobalah untuk saling menghubungi untuk membagikan cerita dan hal positif satu sama lain dengan kerabat ataupun teman dekat, hal ini dapat meningkatkan imunitas dan ketahanan mental.
5. Olahragaa
Agar pikiran tidak dipenuhi dengan prasangka negatif, Anda harus tetap mencoba menyibukkan diri dengan menyusun kegiatan menyenangkan. Kegiatan positif yang dapat Anda lakukan seperti menjaga siklus tidur yang tepat, mengimbangi asupan nutrisi dan energi yang dikeluarkan serta meningkatkan intensitas komunikasi dengan anggota keluarga. Disaat senggang Anda dapat mempelajari banyak hal baru untuk menambah pengalaman Anda serta Anda juga dapat mendalami hobi yang selama ini anda tekuni. Hal ini penting untuk pengaturan emosi menjadi lebih positif.
Berpikir positif terhadap apa yang telah dilakukan merupakan kebaikan. Keputusan harus dibuat berdasarkan harapan dan kemungkinan, jangan berdasarkan kecemasan dan ketakutan.
Penerapan beberapa sikap tersebut diharapkan dapat mengatasi rasa cemas berlebihan di kalangan masyarakat sehingga angka terlaksananya vaksinasi semakin meningkat dan penularan Virus Covid-19 semakin berkurang.
Penulis : Dr. Cut Nadia Rayyani
Keterangan:
*Penulis berprofesi sebagai Dokter Internship di RSUD Dr. Fauziah Bireuen, Kabupaten Bireuen.
Komentar