Nanggroe.net,Lhokseumawe | Laki-laki memang namanya, dikenal untuk tanggungjawab dan perjuangan.
Dalam Teori alamiah ( nature theory ) Laki-laki di asumsikan lebih kuat dari perempuan sehingga menciptakan perbedaan keberadaan dan kedudukan.
Secara teologi pun, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…..” (An-Nisaa’/4: 34) .
Banyak juga adagium yang trendy dari dulu hingga sekarang tentang laki-laki dan perjuangannya.
Laki-laki memang di kenal dengan sikap pejuang nya, membangun dengan cinta dan kasih, demi memahami kebutuhan masa depan dan kebahagiaan.
Banyak hal telah dibuktikan secara empiris oleh para pendahulu kita, dari para pahlawan nasional dulunya lebih dominan laki-laki, dan memiliki sikap gigih dan perjuangannya hingga mengantarkan bangsa Indonesia ke puncak kemerdekaan.
Dalam ilmu sosiologi, dikatakan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang tak bisa lepas dari satu dan lainnya, saling membutuhkan satu sama lain (Interaksi sosial).
demikian pun dengan laki-laki, butuh manusia lainnya termasuk perempuan.
Memang sudah fitrah nya laki-laki, punya rasa apalagi sampai jatuh cinta pada perempuan, ya memang sudah suratan takdir manusia makhluk berpasangan.
Namun pertanyaannya, apakah cukup laki-laki hanya bermodal kan cinta? Mengkampanyekan perasaan? Menjanjikan kebahagiaan?
Kembali ke point awal, laki-laki dikenal dengan tanggung jawab dan perjuangan nya.
Perjuangan dan tanggung jawab ini lah merupakan aksi dan potensi nya laki-laki untuk menuntut dan memenuhi kehendak, dan pastinya tak cukup hanya bersuara lantang, janji-janji membaperkan bagai politikus berkampanye, namun belum mampu merealisasikan.
Namun, ada titik tertentu seorang manusia biasa itu (Laki-laki) punya titik tertentu untuk lelah dan butuh istrahat, namun penulis kembali mengingat sebuah adagium dari Bung Karno “Gantung kan Cita-Cita mu setinggi langit, Apabila jatuh, maka kamu jatuh diantara bintang-bintang”.
Cuplikan itu cukup memotivasi bagi manusia biasa untuk berjuang (Demikian juga dengan laki-laki), saat lelah hanya butuh istirahat bukan nya balik arah dan membuang mandat.
Di saat lelah itulah si lakik itu di uji kesungguhan nya, apa tetap maju? Atau malah putar haluan.
Sebagai pemahaman awal, bisakah kita sampai? Tanpa harus melangkah?
Tentu tidak bisa, karena melangkah lah cara untuk sampai pada arah.
Pun demikian bagi Laki-laki yang berjuang untuk mendapatkan orang yang di amanah kan Ilahi pada hati , namun saat lelah membuatnya patah semangat, ibarat telah bercerai dengan perjuangannya.
Itulah kesimpulan, tak mungkin ia dapat apa yang ia citakan, dan tak pantas ia didampingi oleh manusia yang tercipta dari tulang rusuk adam (wanita) saat dirinya memutuskan untuk berjuang, karena wanita, selain dicinta juga diperjuangkan.
Kata Rumi, Begitu Kau mulai menapak jalan itu pun terpampang dihadapan mu.
Laporan |(Arwan Syahputra)
(Kepala Divisi Penulisan Forum Kajian Dan Penulisan hukum Universitas Malikussaleh)
Komentar