NANGGROE.MEDIA | KUHP yang sekarang diberlakukan merupakan KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indie) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1918.
Kemudian setelah Indonesia merdeka, KUHP tetap diberlakukan disertai dengan penyelarasan kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak relevan lagi. Untuk menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut, pada 26 Februari 1946, pemerintah mengeluarkan UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Undang-undang inilah yang menjadi dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di seluruh wilayah Indonesia baru dilakukan pada 20 September 1958, dengan diundangkannya UU No. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan penjelasan diatas, KUHP yang kita gunakan saat ini sudah berusia 200-an tahun. Artinya dalam perkembangannya, KUHP dianggap tidak lengkap ataupun dianggap tidak mampu menampung berbagai masalah serta dimensi perkembangan bentuk-bentuk tindak pidana yang baru yang tentu saja selaras dengan kebutuhan masyarakat.
Di era globalisasi saat ini, pembaharuan sistem hukum pidana di Indonesia perlu menjadi perhatian yang khusus dan harus segera dilakukan pembaharuan, mengingat sifat undang undang itu sendiri yang selalu tertinggal dari realitas sosial yang terjadi dan berkembang di masyarakat.
Sehingga dengan adanya sifat tersebut dapat dijadikan landasan atau dasar ide pembaharuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pembaharuan hukum pidana bersumber pada ide-ide dasar Pancasila dimana landasan nilai-nilai kehidupan kebangsaan yang dicita-citakan dan digali untuk bangsa Indonesia.
Ide-ide dasar Pancasila tersebut mengandung keseimbangan nilai/ide didalamnya memuat religiustik, humanistik, nasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial. Bukanlah merupakan pembaharuan hukum pidana jika orientasi nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan masih sama dengan nilai orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah ((KUHP WvS).
Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana mengandung makna sebagai upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana agar sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal, serta kebijakan penegakan hukum di Indonesia.
Pada hakikatnya pembaharuan hukum pidana merupakan:
1. Bagian dari kebijakan untuk memperbaharui substansi hukum agar lebih mengefektifkan penegakan hukum;
2. Bagian dari kebijakan untuk menanggulangi kejahatan demi perlindungan masyarakat;
3. Bagian dari kebijakan untuk mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan untuk mencapai tujuan nasional;
4. Upaya peninjauan Kembali terhadap pokok-pokok pemikiran ataupun ide-ide dasar.
Dengan demikian, pembaharuan hukum pidana haruslah dirumuskan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan, serta pendekatan yang berorientasi pada nilai.
Oleh karena itu, para pakar hukum di Indonesia memiliki harapan agar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia di masa mendatang mampu melakukan penyesuaian diri dengan perkembangan-perkembangan hukum yang baru ataupun yang telah berkembang saat ini terkhusus pada perkembangan hukum di dunia internasional yang sudah disepakati dan dijalankan bersama oleh negara-negara internasional.
Dengan dilakukannya pembaharuan dalam sistem hukum pidana itu sendiri maka diharapkan nantinya peraturan-peraturan dalam hukum pidana baru tersebut dapat digunakan oleh aparat penegak hukum secara efektif dan relevan dengan situasi sosiologis dan budaya masyarakat saat ini.
Mengingat kriminalitas yang terjadi saat ini semakin banyak dan beragam jenisnya juga semakin canggih maka ini juga menjadi tantangan bagi hukum pidana dan bagi aparat penegak hukum itu sendiri untuk selalu mencari cara atau solusi terbaik agar dapat memberantas dan meminimalisir terjadinya tindak pidana di masyarakat.
Penulis : Yoseanna Anastasya Simaremare
Nim : 227005145
Komentar