Perlunya Penegakan Hukum Keluarga Bagi Para Pemimpin Dunia

NANGGROE.MEDIA | Jeffrey Epstein adalah seorang miliarder Amerika yang terlibat dalam skandal perdagangan seks dan prostitusi anak di bawah umur. Ia ditemukan tewas di selnya pada tahun 2019, sementara menunggu persidangan atas tuduhan tersebut.

Beberapa tokoh dunia terkait dengan Epstein, seperti Pangeran Andrew dari Inggris dan mantan presiden Amerika Bill Clinton. Pangeran Andrew dituduh meraba-raba seorang wanita bernama Johanna Sjoberg di apartemen Epstein di New York pada tahun 2001, namun ia membantah tuduhan itu.

Bill Clinton mengakui bahwa ia pernah berteman dengan Epstein, namun ia menyangkal terlibat dalam kejahatan seksual yang dilakukan oleh Epstein. Kasus Epstein menunjukkan betapa rusaknya gaya hidup liberal yang menghalalkan segala cara untuk memuaskan nafsu seksual, termasuk dengan melakukan orgy atau pesta seks beramai-ramai.

Kasus Jeffrey Epstein yang menggemparkan dunia sekarang ini menunjukkan betapa rawannya anak-anak dan perempuan dari eksploitasi seksual oleh para pemimpin dunia. Jeffrey Epstein diduga menjadi muncikari sekaligus lingkaran setan pedofilia di sebuah hotel/apartemen dan sebuah pulau di Karibia. Kasus perdagangan anak-anak Jeffrey Epstein sendiri sempat terhenti karena terdakwa tewas bunuh diri secara misterius pada 10 Agustus 2019 lalu.

Namun, data dan dokumen baru menunjukkan keterlibatan Pangeran Andrew dari Kerajaan Inggris dan mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton. Menurut laporan dari BBC.com pada Kamis, (4/1/2024) selain dua nama tersebut, ada banyak lagi tokoh-tokoh dunia barat yang diduga terlibat dalam lingkaran perdagangan anak-anak itu.

Dokumen tersebut telah dibuka oleh pengadilan Amerika Serikat yang merinci hubungan mendiang pelaku kejahatan seks Jeffrey Epstein dan tokoh-tokoh tersebut.

Kasus Jeffrey Epstein bukanlah satu-satunya skandal seksual terbesar yang pernah terjadi di Amerika Serikat.

Epstein, seorang miliarder dan pedofil, diduga melakukan perdagangan manusia, pemerkosaan, dan pelecehan seksual terhadap puluhan gadis di bawah umur selama beberapa dekade adalah contoh dari busuknya politik dalam mengelak jerat hukum bagi para pemimpin.

Epstein ditangkap pada tahun 2019, tetapi bunuh diri di penjara sebelum persidangan karena tak tahan ancaman dari tokoh-tokoh partai politik bedebah yang memanipulasi hukum.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana para pemimpin dunia menjaga moralitas dan tanggung jawab mereka sebagai contoh bagi masyarakat.

Apakah mereka hanya mengejar kepuasan seksual tanpa mempedulikan dampaknya bagi korban dan keluarga mereka?

Apakah mereka tidak sadar bahwa sex bukanlah sumber energi utama bagi kemajuan bangsa, melainkan komitmen, kerja keras, dan integritas ?

Apakah mereka tidak membutuhkan hukum keluarga yang ketat dan tegas yang mengatur batas-batas antara reproduksi dan kegiatan-kegiatan produktif ?

Kasus ini juga mengingatkan kita bahwa perlindungan terhadap anak-anak dan perempuan harus menjadi prioritas utama bagi semua negara. Tidak ada toleransi bagi siapapun yang melakukan pelecehan, pemerkosaan, atau perdagangan manusia.

Rekaman baru mengungkap kasus dari Ghislaine Maxwell, pacar dari Jeffrey Epstein yang dipenjara karena membantu melakukan pelecehan terhadap anak dan perempuan. Ia harus diadili secara adil dan transparan, dan jika terbukti bersalah, harus mendapatkan hukuman yang setimpal. Para korban juga harus mendapatkan bantuan hukum, psikologis, dan sosial yang layak untuk pulih dari trauma yang mereka alami.

Kasus Jeffrey Epstein adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Perlunya penegakan hukum keluarga bagi para pemimpin dunia adalah salah satu langkah penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Kita harus bersama-sama menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan di tengah-tengah tantangan global yang semakin kompleks.

Bagaimana Islam memandang kasus ini?

Islam adalah agama yang menghormati hak asasi manusia dan melindungi martabat manusia. Islam melarang segala bentuk eksploitasi, penindasan, dan kekerasan terhadap orang lain, terutama yang lemah dan tidak berdaya. Islam juga menegaskan bahwa hukuman yang setimpal harus diberikan kepada pelaku kejahatan, tanpa pandang bulu atau diskriminasi.

Islam mengajarkan bahwa seksualitas adalah anugerah dari Allah yang harus dijaga dengan baik dan digunakan dalam batas-batas yang syar’i. Seksualitas hanya boleh dilakukan antara suami dan istri yang sah, dengan saling cinta, hormat, dan kasih sayang. Seksualitas tidak boleh disalahgunakan untuk memuaskan nafsu rendah, mengejar kesenangan duniawi, atau merusak kehormatan orang lain.

Islam juga menghargai kehormatan wanita dan anak-anak, dan melindungi mereka dari segala bentuk pelecehan dan kekerasan. Islam memberikan hak-hak yang sama kepada wanita dan anak-anak dalam hal pendidikan, kesehatan, warisan, pernikahan, perceraian, dan lain-lain.

Islam juga mewajibkan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dengan baik dan memberikan perlindungan yang layak. Islam sangat mengecam kasus Jeffrey Epstein.

Kasus ini menunjukkan betapa jauhnya manusia dari nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan oleh agama. Kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya bagi umat Islam untuk menjaga akhlak dan budi pekerti yang baik, serta menghindari segala hal yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain.

Secara antropologis, kita perlu membahas mengapa Islam memberlakukan hukum keluarga yang keras dan ketat, dengan belajar dari kasus Jeffrey Epstein. Orgy adalah perilaku yang tidak sehat, tidak bermoral, dan tidak manusiawi.

Islam mengajarkan bahwa seks adalah sesuatu yang suci dan harus dilakukan dalam batas-batas yang syar’i, yaitu antara suami dan istri yang sah. Islam juga memberlakukan hukum keluarga yang keras dan ketat, seperti larangan zina, poligami yang terbatas, perceraian yang sulit, dan hak-hak waris yang adil. Hukum-hukum ini bertujuan untuk menjaga kehormatan, kestabilan, dan kesejahteraan keluarga Muslim. Islam tidak mengizinkan orang-orang untuk bermain-main dengan seks dan merusak diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, Islam memberikan solusi bagi masalah-masalah sosial yang timbul akibat gaya hidup liberal yang bebas nilai.

Beberapa contoh hukum keluarga Islam adalah sebagai berikut: 

Pertama, larangan zina. Zina adalah hubungan seksual di luar nikah yang dilarang oleh Allah SWT dalam Al-Quran dan Sunnah.

Zina merupakan dosa besar yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya dan masyarakat, seperti penyakit kelamin, kehamilan tidak diinginkan, keturunan tidak sah, kerusakan moral, dan lain-lain. Hukuman bagi pelaku zina adalah cambuk bagi yang belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah. Hukuman ini bertujuan untuk memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah penyebaran zina di masyarakat.

Kedua, poligami yang terbatas. Poligami adalah perkawinan seorang laki-laki dengan lebih dari satu perempuan. Poligami dibolehkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran dengan syarat-syarat tertentu, yaitu adanya kebutuhan mendesak, kemampuan untuk berlaku adil, dan izin dari istri pertama. Poligami bukanlah hak mutlak bagi laki-laki, melainkan kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Poligami juga bukanlah alasan untuk memenuhi nafsu semata, melainkan sarana untuk menolong perempuan-perempuan yang membutuhkan perlindungan, seperti yatim piatu, janda miskin, atau korban peperangan.

Ketiga, perceraian yang sulit. Perceraian adalah pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Perceraian merupakan hal yang dibenci oleh Allah SWT dan harus dihindari sebisa mungkin.

Perceraian hanya boleh dilakukan jika sudah tidak ada jalan lain untuk mempertahankan rumah tangga dan jika sudah ada persetujuan dari kedua belah pihak. Perceraian juga harus dilakukan dengan cara yang baik dan sopan, tanpa saling mencela atau menzalimi satu sama lain. Perceraian juga harus mengikuti prosedur syar’i, yaitu dengan menghitung masa iddah (masa tunggu) bagi perempuan dan membayar nafkah mut’ah (uang pisah) bagi laki-laki.

Keempat, hak-hak waris yang adil. Waris adalah harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia. Waris harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan ketentuan Allah SWT dalam Al-Quran dan Sunnah. Waris tidak boleh disalahgunakan, diselewengkan, atau diambil oleh orang-orang yang tidak berhak. Waris juga tidak boleh menimbulkan perselisihan, permusuhan, atau ketidakadilan di antara ahli waris. Waris harus dibagikan dengan adil dan proporsional, sesuai dengan kedudukan dan tanggungan masing-masing ahli waris.

Penulis : Dr. Elidar Sari, SH, MH Dosen Fakultas Hukum, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.

 

 

 

 

 

 

Komentar