Politik Anak Muda dan Politisasi Anak Muda

Pada pemilu 2019 yang lalu yang merupakan pegelaran kontestasi politik terakhir yang digelar sebelum negeri ini diserang Pandemi covid19, kita disuguhkan oleh sebuah tontonan yang cukup menarik sekaligus menggelikan yaitu dalam berbagai kesempatan anak muda mulai tampil dipanggung politik negeri ini dan itu sungguh sangat menarik di satu sisi karena secara lahiriah anak muda dengan segala kelebihan dan kekurangannya terlihat mulai diberikan kesempatan untuk unjuk diri di hadapan publik.

Tapi di sisi lain juga cukup menggelikan bagi saya di mana anak muda itu didorong ke panggung debat politik hanya dan hanya demi membela jagoan atau memperjuangkan jagoan mereka yang merupakan orang-orang lama yang telah cukup lama bercokol di panggung politik negeri ini, kita lihat Faldo Maldini misalnya di dorong ke panggung hanya untuk membela Prabowo atau Tsamara Amani contoh lainnya yang didorong ke panggung hanya untuk membela Jokowi dengan Gerbong besar Politik yang di dalamnya di isi oleh orang-orang yang telah cukup lama berwara-wiri di kancah politik negeri ini, secara lebih ekstrim mungkin kita bisa mengatakan anak muda tersebut diekploitasi dan dipaksa untuk menutupi kekurangan politisi tua yang berkalang dosa di belakangnya.

Mereka bicara pemberantasan korupsi tapi di gerbong yang dibelanya di isi oleh yang yang terindikasi atau orang-orang yang diyakini tidak sangat suci dari dosa korupsi yang telah memporak-porandakan negeri ini, ada aktor yang ditengarai terkait kasus Century, BLBI dll yang belum tertuntaskan. Mereka bicara pelanggaran HAM tapi di kubu yang mereka bela terdapat Tokoh-tokoh yang ditengarai tidak suci dari dosa pelanggaran HAM masa lalu yang belum tertuntaskan, sehingga terkesan bahwa mereka hanyalah orang-orang yang dipolitisasi wajah kuda nan sucinya untuk menutupi kerentaan dan dosa tetua yang berada di belakangnya.

Sejatinya anak muda dengan segala potensi dan “kesucian” yang dimilikinya memegang kekuatan sentral penentu arah politik ke depan. Hal ini menginat jumlah konstituen muda di seluruh Indonesia yang mencapai angka 55% (Survey SMRC 2019), artinya jika anak muda ini bersatu atau setidaknya secara bersama-sama mau berjuang merebut posisi di dunia politik itu sangat mungkin.

Tapi Sayang, saat ini mereka hanya dijadikan objek pemasaran politik semata, anak muda direkrut hanya untuk dijadikan magnet untuk menggaet suara konstituen muda, mereka di dorong ke pentas hanya untuk menutupi wajah-wajah tua lusuh yang sejatinya masih enggan memberikan mandat kepada anak muda.

Jikapun ada anak muda yang dipercaya untuk mengisi posisi strategis di Partai atau di pemerintahan itu tetap tidak bisa dilepaskan dari nama besar orang tuanya, ada Puan Maharani di PDIP dengan Megawatinya, ada Hanafi Rais di PAN dengan Amin Raisnya, ada AHY di Demokrat dengan SBYnya, ada Prananda Paloh di NasDem dengan Surya Palohnya, ada Diaz HP di PKPI dengan Hendro Priyononya.

Jikapun ada yang pure berjuang sendiri dari bawah untuk menembus papan atas politik itu Generasi 98 seperti Adian Cs itupun masih harus kompromis untuk numpang di Gerbong Politik yang dikendalikan oleh aktor lain yang sudah bau tanah dan berkalang dausa.

Saya membayangkan ada keberanian PRD untuk ikut Pemilu, atau ada generasi baru yang kita sebut milenial yang berani mendeklarasikan Partai Sendiri yang benar-benar otentik sebagai lokomotif yang akan memperjuangkan aspirasi anak muda sehingga benar-benar bisa kita sebut sebagai Politik Anak Muda, bukan lagi sebatas Politisasi Anak Muda, karena ke dua hal itu sungguh sangat berbeda, Politik Anak Muda adalah politik yang benar-benar dimainkan oleh anak muda yang tidak tersandra oleh dosa masa lalu para tetua negeri ini, apapun yang hendak diperjuangkan benar-benar bebas dari bayang-bayang kepentingan tetua negeri yang sarat dosa masa lalu dan kepentingan kumuhnya.

Sehingga ketika anak muda benar-benar tampil atas nama dan kendalinya sendiri nantinya satu persatu persoalan bangsa bisa terurai dan terselesaikan dengan baik dan tuntas, mau menuntaskan issu Pelanggaran HAM masa lalu misalnya tidak lagi harus tersandra oleh kepentingan orang lain yang harus dilindungi, mau menuntaskan kasus BLBI, Century, Lapindo, Penculikan 98 dan berbagai kasus yang telah lama menyandera bangsa ini tidak lagi harus dihantui akan menjegal dirinya sendiri, atau orang yang berkepentingan dengannya.

Ketika anak-muda benar-benar terbebas dari kepentingan dan kendali generasi tua yang sarat dausa tersebut pada akhirnya negeri ini bisa benar-benar dibenahi tanpa harus “dibebani” oleh dosa masa lalu tetua negeri yang sangat kontra produktif dengan upaya perbaikan dan kemajuan bangsa dan terutama generasi muda ke depan.

Harapan terakhir saya, jikapun untuk lingkup Indonesia harapan ini sangat sulit terwujud, maka setidaknya di Aceh dengan kekhususan yang telah susah payah diperjuangkan orang tua kita untuk bisa mendirikan Partai Politik Lokal maka ada keberanian dari anak muda yang masih suci dari dosa masa lalu untuk benar-benar berani berdiri tegak untuk berjuang secara otentik dengan wajah dan spirit serta gagasan liar anak mudanya untuk mendirikan Partai Politik Baru yang benar-benar dikendalikan oleh anak muda dengan segenap kemerdekaan yang masih dimilikinya, misalnya ada nama Fakhrur Razi (Kibo) Cs yang selama ini kita lihat cukup progressif dan cukup konsisten dalam melakukan konsolidasi demi konsolidasi dan juga bergerak di lapangan untuk mengadvokasi berbagai persoalan di Aceh.

Katakanlah mereka yang merupakan aktivis milenial yang pro demokrasi itu mendirikan Partai Rakyat Demokratik Aceh (PARADE ACEH) sebagaimana yang digagas oleh Aktivis Milenial di Hongkong dengan Partai Demosistonya, sehingga jika kekuatan muda ini nantinya benar-benar bisa terkonsolidasi dengan baik kita bisa lebih merdeka dalam upaya membangun Aceh tanpa harus dihantui oleh terbongkarnya dosa masa lalu yang bisa menghentikan langkah kita sebagaimana para politisi (tetua) negeri ini yang kerap terpaksa kompromis dan berhenti memperjuangkan sesuatu karena tersandra oleh kepentingan tertentu atau bahkan dosa masa lalunya.

Hey anak muda, bangkitlah, bersatulah, rebut masa depan, pastikan negeri ini bisa lebih baik dari sebelumnya!

Oleh: Rola Zein
Mahasiswi UIN Ar-Raniry Berdomisili di Banda Aceh.

Isi tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Komentar