Uji UU LLAJ Pemohon Meminta Orang Tua Diberikan Sanksi Pidana

Nanggroe.net | Sidang pengujian UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) digelar di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (19/2/2020) dengan Perkara Nomor: 15/PUU-XVIII/2020.

Di lansir dari media Doktor Hukum Adapun pemohon adalah para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, Novan Lailathul Rizki, dkk, yang diwakili kuasa hukumnya Victor Santoso Tandiansa.

Adapun pasal/norma hukum yang diuji (judicial review) dalam UU LLAJ adalah Pasal Pasal 311 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) yang berbunyi:

Pasal 311 ayat (2) UU LLAJ:

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjarapaling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah).”

Pasal 311 ayat (3):

”Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), Pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp .8.000.000,00 (delapan juta rupiah).”

Pasal 311 ayat (4):

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan denda pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).”

Pasal 311 ayat (5):

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Dalam permohonannya, Para Pemohon menyatakan bahwa anak di bawah umur yang mengendarai kendaraan bermotor tidak lepas dari peran orang dan/atau pemilik motor yang dengan sengaja memberikan dan/atau meminjamkan kendaraan bermotor kepada anak di bawah umur, berusia sekitar 7-10 tahun.

“Hal ini tidak saja mengancam keselamatan diri anak tersebut namun juga mengancam keselamatan jiwa pengendara motor lainnya, tanpa terkecuali para Pemohon yang aktivitas kesehariannya menggunakan sepeda motor. Kondisi tersebut dapat dicegah apabila terdapat sanksi pidana yang mengancam pemilik motor atau orang yang dengan sengaja meminjamkan kendaraan bermotor kepada anak di bawah umur,” kata Viktor Santoso Tandiansa, kuasa hukum para Pemohon, dikutip mkri.id.

Dengan alasan tersebut, para Pemohon memohon kepada MK agar Pasal 311 UU LLAJ terhadap frasa “perbuatan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dalam hal “perbuatan” dilakukan oleh pengemudi anak di bawah umur, pertanggungjawaban pidana juga dikenakan terhadap orang yang turut serta membiarkan, memberikan dan/atau meminjamkan kendaraan bermotor kepada anak di bawah umur.

Tanggapan Hakim Konstitusi

Suhartoyo, Ketua Panel Hakim Konstitusi, Suhartoyo mencermati subyek hukum dalam permohonan.

“Sebenarnya apa yang menjadi subjek hukum dalam permohonan ini? Sementara Saudara meminta subjek hukum itu termasuk orang yang membiarkan anak di bawah umur mengendarai motor,” kata Suhartoyo.

Kemudian ia meminta agar para pemohon menggali lebih jauh pemaknaan anak di bawah umur, baik dari KUHPerdata, UU Anak, UU Perkawinan.

Sedangkan, Saldi Isra memberikan nasehat kepada para Pemohon agar menguraikan kerugian konstitusional lebih detail, lalu dirujukkan dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Selain itu, Saldi juga meminta penjelasan lebih jauh mengenai kata/frasa

“perbuatan” agar tidak terkesan menjadi norma baru. “Apakah sebetulnya Saudara mau menambah frasa baru. Ini menjadi norma baru atau tidak, kalau ditambah dalam penjelasan,” kata Saldi.

Adapun Hakim Konstitusi lainnya, Daniel Yusmic P. Foekh memberikan penilaian bahwa sistematika permohonan sudah memenuhi standard penulisan. Kemudian Daniel meminta kepada para Pemohon lebih menerangkan kedudukan hukumnya.

“Para Pemohon yang menjadi pengurus senat di kampus, apakah masih menjabat atau sudah habis periode. Hal ini perlu dijelaskan di bagian kedudukan hukum,” kata Daniel.

Laporan |H.AL

Komentar